Remidial Ujian Akhir
oleh Irene 9A
Ujian akhir tentu sangat
menentukan kenaikan kelas. Umumnya, semua siswa pasti menggebu-gebu untuk
mengejar materi dan belajar semalam suntuk untuk meraih kelulusan dengan nilai
yang baik. Jika rajin, siswa pasti akan mempersiapkan bahan ujian dari
jauh-jauh hari dan mulai mencicil untuk mempelajarinya sehingga ia bisa mendapat
predikat “A” sebagai nilai kelulusan. Namun sebaliknya, siswa pemalas biasanya tidak
bisa mengerjakan ujian akhir dengan baik bahkan sampai mengulangnya.
Hal itulah yang
terjadi pada ku saat ujian akhir kelas 6 tiga tahun yang lalu. Aku meremehkan soal ujian dan memutuskan untuk
tidak mempelajari bahan untuk ujian akhir. Jika bisa mengulang waktu, Aku ingin
kembali ke waktu sebelum ujian akhir dilaksanakan. Aku ingin memperbaiki
kesalahan bodoh yang telah Aku lAkukan karena kemalasan dan ketidakpedulian
sehingga Aku harus menerima akibatnya yaitu mengikuti remedial.
Saat itu kira-kira
adalah bulan Mei ketika berbagai macam ujian sedang menanti di ambang pintu.
Guru-guru sudah memberitahu jadwal ujian dan meningatkan murid-murid untuk
mulai mengumpulkan materi dan mencicil untuk belajar. Saat itu, Aku hanya
berfokus pada pelajaran yang Aku anggap sulit, yaitu Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia sehingga pelajaran lain kurang kukuasai.
Untuk ketiga pelajaran yang masuk ke dalam Ujian Nasional, Aku belajar dengan
sangat tekun dan giat. Akibatnya, Aku melupakan dan membiarkan mata pelajaran
lain yang ternyata tidak kalah sulitnya.
Semalam sebelum
ujian Pendidikan Kewarganegaraan, Aku berfikir bahwa soal yang akan diberikan pasti
tidak akan sesulit Ujian Nasional karena materi pelajaran tersebut bisa
dibilang sedikit. Saat itu Aku memilih untuk tidak belajar menonton video-video
yang menyegarkan pikiran di Youtube.
Hari itu, Aku memutuskan untuk beristirahat lebih awal dan berharap bahwa soal
ujian pasti akan sangat mudah. Tak lupa, Aku juga berdoa kepada Tuhan sehingga
besok Ia akan memberi kemampuan kepadaku untuk mengerjakan soal dengan baik.
Keesokan paginya, Aku
hampir telat berangkat ke sekolah. Beruntung, Aku tiba di sekolah pukul 6.55
karena lima menit lagi bel kedua sekolah akan dibunyikan. Aku cepat-cepat
berlari ke kelas dan untungnya devosi pagi belum dimulai. Pagi itu Aku sudah
merasakan bahwa keberuntungan akan mengikutiku hari ini. Setelah devosi pagi,
ada waktu sekitar 10-15 menit untuk mempersiapkan diri sebelum ujian dimulai.
Teman-teman ku semuanya menggunakan waktu tersebut untuk mengulang materi.
Sedangkan, Aku memilih untuk duduk di kursi dan menenggelamkan kepala di atas
meja. Tak lama kemudian, guru pengawas masuk ke dalam kelas sambil membawa
kertas ujian. Setelah menyampaikan beberapa peraturan, soal ujian-pun
dibagikan. Tak terlewatkan, sebelum membuka soal ujian aku berdoa kepada Tuhan
untuk meminta bimbingan-Nya dalam mengerjakan soal. Setelah itu, dengan percaya
diri, Aku membuka kertas soal dan mengisi nama.
Aku mulai membolak-balik
kertas untuk mengetahui berapa soal yang diberikan. Betapa kagetnya Aku saat
itu ketika mengetahui bahwa ada 35 soal pilihan ganda, 10 isian dan 5 soal
essai. Aku mulai khawatir, takut bahwa soal ujian akan lebih susah dari apa
yang Aku harapkan. Tapi Aku mencoba untuk tenang dan mulai membaca soal pilihan
ganda. Saat mengerjakan pilihan ganda, Aku mulai tidak yakin kalau aku bisa
mengerjakan soal ini karena aku hanya mengerjakan kira-kira seperempat dari
soal tersebut. Kemudian Aku mulai mengerjakan bagian isian, Aku mulai
berkeringat dingin karena Aku tidak memahami maksud dari soal tersebut.
Beruntung, teman sebelahku adalah siswa yang pintar, Aku mulai mencari cara
untuk menyontek. Tetapi teman-ku itu tidak mau memberikan jawaban dan mengancam
untuk melaporkan ke guru. Akhirnya Aku-pun menyerah dan pasrah, tidak ada cara
lain selain mengisi seadanya dan menyerahkan hasil kepada Tuhan.
Beberapa hari
setelah itu, guru bidang studi tersebut mengumumkan nama-nama siswa yang lulus dan
tidak lulus. Saat itu Aku sudah mempersiapkan mental untuk menerima yang
terburuk. Benar saja, nama-ku disebutkan pada daftar nama yang tidak lulus
ujian. Akibatnya, Aku harus mengikuti perbaikan atau remedial dan mengerjakan soal
ujian lagi. Hal yang paling Aku takutkan adalah mengikuti remedial karena hal
itu sangat memalukan. Fatalnya,
pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang berperan
penting dalam nilai kelulusan. Sesampainya di rumah, Aku memberanikan diri
untuk memberitahu orangtuaku, sesuai dugaanku, mereka memarahiku dan menyuruhku
untuk belajar malam itu juga. Aku menuruti perintah mereka dan akhirnya saat Aku
remedial, Aku bisa mengerjakan remedial dengan baik. Sayangnya, Aku hanya bisa
mendapatkan nilai 70 sebagai nilai maximal.
Aku sangat menyesal
akan kejadian itu, seharusnya aku sadar untuk belajar dengan tekun tanpa bermalas-malasan
dan mempasrahkan semuanya dengan berdoa. Berdoa memang penting agar Tuhan
menolong kita, tapi kita juga harus melakukan kewajiban kita. Di sisi lain, Aku
juga sangat bersyukur karena bisa naik kelas dan lolos ujian walaupun dengan
nilai yang tidak memuaskan.
Dari pengalaman
tersebut, sebagai siswa kita seharusnya sadar akan kewajiban kita yaitu
belajar. Kita tidak bisa mendapatkan nilai yang kita harapkan jika kita tidak
mau belajar dengan tekun dan serius. Nilai yang bagus tidak bisa didapatkan
semata-mata karena soal ujian yang mudah atau bahkan dengan berdoa kepada
Tuhan. Sebagai siswa kita seharusnya konsisten dalam belajar agar kita bisa
meraih prestasi akademik yang baik dan membanggakan kedua orangtua kita.
Mengendarai Mobil di bawah Umur
oleh Jerhemy Owen 9A
Berhati-hatilah
dalam mengendarai mobil, apalagi jika kalian masih di bawah umur dan belum
mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi). Mengapa tidak boleh? Karena jika masih
dibawah umur dan belum mempunyai SIM, emosi kita masih belum cukup stabil dan
kita masih kurang berhati-hati. Hal ini dapat membahayakan diri kita dan orang
lain yang juga mengendarai mobil.
Aku
pernah mempunyai pengalaman yang buruk saat mencoba mengendarai mobil. Ketika itu
aku baru berumur 14 tahun (kelas 8), dan sudah mulai berlatih mengendarai mobil
(didampingi orangtua), karena hal itu adalah hal yang membanggakan dan keren.
Lalu setelah merasa sudah bisa mengendarai mobil dengan baik dan hebat, aku
meminta izin kepada orangtuaku untuk mengendarai mobil sendiri ke rumah temanku
karena sangat dekat dengan rumahku, kira-kira 5-10 menit dari rumahku.
Akhirnya, aku diperbolehkan mengendarai mobil sendiri, tetapi perjalanan itu adalah
perjalanan yang sangat membekas di memoriku. Perjalanan itu akan selalu kuingat
karena pada saat itu aku tidak sengaja menabrak mobil orang di depanku. Bayangkan
saja, belum mempunyai SIM, masih remaja yang belum 17 tahun, sedang mengendarai
mobil seorang diri, dan sudah menabrak mobil orang lain!
Peristiwa
itu berawal ketika aku melihat jika aku dapat mengendarai mobil, itu adalah hal
yang keren. Oleh karena itu, aku meminta ijin kepada orangtuaku untuk belajar
dan mencoba mengemudi mobil. Awalnya, mereka tidak mengijinkanku karena umurku
masih terlalu muda dan beberapa hal sebagainya. Tetapi aku tetap meminta dan
sedikit memaksa supaya mereka mengijinkanku, karena menurutku jika bisa mengemudi mobil, itu adalah hal yang keren. Akhirnya
mereka mengijinkanku untuk berlatih tetapi harus extra hati-hati dan harus didampingi oleh salah satu dari mereka.
Aku tidak masalah dengan hal itu, dan mulai saat itu aku belajar mengendarai mobil.
Setelah
beberapa waktu belajar mengemudi mobil, akhirnya aku sudah cukup lancar. Aku
selalu dilatih oleh orangtuaku untuk mengemudi mobil dengan hati-hati dan
pelan-pelan. Setelah kurang atau lebih 6 bulan belajar mengemudi mobil, aku
merasa sudah sangat lancar. Oleh karena itu, aku mempunyai keinginan untuk
mengemudi mobil sendiri tanpa didampingi oleh orangtuaku. Jadi aku meminta ijin
pada mereka supaya aku diperbolehkan mengendarai mobil sendiri. Mereka
mengijinkanku untuk itu, tetapi hanya tempat-tempat disekitar perumahanku.
Mungkin mereka mengijinkanku karena melihat aku sudah lancar dan sudah cukup
baik dalam mengemudi mobil.
Saat
itu, aku mendapatkan tugas kelompok IPA dari sekolah dan harus dikerjakan di
rumah. Kelompokku sepakat untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah salah satu
temanku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku. Jadi aku memutuskan mengemudi
mobil untuk pergi ke rumah temanku itu. Ini adalah kali pertamaku mengemudi
mobil sendiri tanpa didampingi orangtuaku. Waktu itu, kelompokku memutuskan
untuk berkumpul jam 15.00, tetapi jam 14.55 aku baru mulai berangkat dari rumah
dengan mengemudi mobil. Keadaan perjalanan saat itu sangat macet. Lalu
tiba-tiba terdengar suara notifikasi dari HP-ku yang sangat berisik, jadi aku
berusaha untuk mengecek HP-ku sebentar. Ternyata, itu adalah pesan dari temanku
yang menanyakan keberadaanku dan memintaku untuk cepat datang karena waktu sudah
menunjukkan pukul 15.05. Lalu, aku pelan-pelan mencoba membalas pesan itu
dengan singkat. Tiba-tiba terdengar bunyi benturan yang sedikit kencang. Tak
disangka itu adalah suara benturan mobilku dan mobil depanku yang ternyata tak
sengajaku tabrak karena tidak konsentrasi mengemudi.
Lalu
pengemudi mobil yang aku tabrak itu turun dengan muka garang dan memintaku
untuk kepinggir. Perasaanku sangat tidak karuan, aku sangat kaget dan tak tahu
apa yang harus dilakukan. Akhirnya aku turun dan mengatakan bahwa aku tidak
sengaja menabrak karena bermain HP. Pengemudi itu memarahiku dan menanyakan SIM
dan KTP-ku, dengan jujur aku mengatakan bahwa aku belum mempunyai SIM dan KTP
karena baru berumur 14 tahun. Ia kaget dan mengancam untuk melaporkanku ke
polisi
untuk ditindak lanjuti. Aku sangat ketakutan dan memohon untuk tidak dilaporkan
ke polisi. Aku juga berjanji bahwa aku akan bertanggung jawab menggantikan
kerusakan mobil itu. Setelah mengetahui aku akan menggantikan kerusakan, pengemudi
itu memaafkanku dan tidak melaporkanku pada polisi. Lalu aku menelpon
orangtuaku tentang kejadian ini, mereka menyuruhku untuk tetap tenang karena
mobilku dipenuhi surat-surat dan juga mempunyai asuransi lengkap. Orangtuaku
menyuruhku untuk mengajak pengemudi itu ke rumah untuk mengurus asuransi.
Aku
sangat bersyukur kepada Tuhan karena masih bisa menyelesaikan dan bertanggung jawab
atas masalah itu. Selain itu, aku juga bersyukur karena tidak dilaporkan ke
polisi untuk ditindak lanjuti. Aku tak bisa membayangkan jika masalah itu
dilaporkan ke polisi, pasti aku bisa dikenakan sanksi atau bahkan dipenjara. Setelah
kejadian itu, aku berjanji untuk tidak mengemudi mobil sendirian karena masih
belum cukup umur, dan juga untuk lebih berhati-hati dan konsentrasi saat
mengendarai mobil.
Peristiwa
tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita harus lebih mematuhi
peraturan, karena peraturan dibuat untuk kebaikan diri kita dan orang lain.
Tidak peduli dengan seberapa keren hal itu, jika itu melanggar peraturan, kita
tidak boleh melakukannya. Oleh karena itu, patuhilah aturan yang ada dan
bijaklah saat mengemudi mobil.
Ceroboh dan Handphone Melayang
oleh Elizabeth 9B
Kecerobohan
merupakan suatu sifat yang merugikan baik diri sendiri maupun orang lain. Tidak
ada satupun orang yang ingin menjadi orang yang ceroboh, namun sulit rasanya
untuk menghilangkan sifat yang sudah melekat hampir di setiap dari kita.
Kecerobohan dapat mengakibatkan berbagai hal buruk, bahkan yang fatal sekalipun.
Banyak kasus-kasus besar yang sudah terjadi akibat kecerobohan.
Aku sendiri mempunyai sebuah
pengalaman yang cukup menjengkelkan karena kecerobohanku. Aku mempunyai sebuah
handphone yang merupakan pemberian dari ibuku sebagai hadiah ulang tahunku.
Handphone tersebut juga merupakan handphone android pertama ku yang tentunya
sangat berkesan dan berharga. Namun karena kecerobohan dan ketidak pedulianku,
handphone itupun akhirnya hilang dari genggamanku.
Kejadian tersebut berawal ketika
kami sekeluarga sedang berjalan-jalan keliling kota Hongkong. Kami
berjalan-jalan di sore hari yang cukup ramai. Pada waktu itu, aku membawa tas
ransel kecil dan aku menyimpan handphoneku di kantong depan tas tersebut.
Cerobohnya, aku lupa untuk menutup kantong depanku itu dan saat itu aku tidak
menyadarinya. Ketika aku sedang melihat-lihat toko yang ada di sepanjang jalan,
tiba-tiba ada 1 toko sepatu yang menarik perhatianku. Akupun akhirnya meminta
izin kepada ibuku untuk pergi kesitu. Setelah itu, aku langsung berlari ke toko
sepatu tersebut dengan keadaan tas yang terbuka.
Ketika aku sudah masuk ke dalam toko
sepatu tersebut, aku langsung meletakkan tasku di sofa karena tas tersebut
cukup berat. Dengan tenang aku meninggalkan tasku di tengah keramaian dan pergi
untuk mencoba sepatu. Aku berpikir bahwa tidak akan ada kejahatan yang terjadi
disini. Setelah sekitar 30 menit aku mencoba-coba sepatu, akupun menemukan
sepasang sepatu yang kusukai. Akupun langsung mengambil dompet yang berada di
kantong depan tas tersebut.
Saat aku mengambil dompetku di tas,
aku sangat terkejut ketika handphoneku sudah tidak ada lagi di kantong depan
tasku. Akupun juga menyadari bahwa kantong depan tasku tidak kututup dari pagi.
Akupun kemudian panik, namun aku tak tahu harus bertanya kepada siapa karena
aku berada di negara asing yang berbeda bahasanya. Ditambah lagi aku sedang tidak
bersama keluargaku saat itu. Setelah membayar sepatu tersebut, akupun bergegas
keluar dari sini dan langsung mencari keluargaku. Untungnya, aku langsung
menemukan ibuku yang kebetulan sedang melihat-lihat sepatu olahraga di toko
Adidas yang tidak jauh dari toko sepatu tadi. Setelah itu, akupun langsung
menceritakan apa yang terjadi dengan handphoneku kepada ibuku. Aku tidak tahu
apakah handphoneku itu jatuh saat aku sedang berlari atau ada seseorang yang
mengambilnya. Untungnya, ia tidak marah padaku karena ia tidak mau merusak
suasana liburanku. Namun, ia tetap menasihatiku agar lebih memerhatikan barang
milik sendiri dan aku tidak boleh menganggap remeh barang tersebut. Akupun
langsung meminta maaf kepada ibuku atas kesalahanku ini.
Walaupun aku kehilangan handphoneku,
aku masih merasa bersyukur. Lewat kejadian ini, aku mendapat teguran agar aku
tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi. Aku juga mendapat handphone yang
lebih bagus, karena handphone lamaku sudah sedikit rusak. Aku tidak menyesali
kejadian buruk ini. Namun, aku mengambil sisi positif dari kejadian ini yang
dapat membawaku menjadi orang yang lebih bertanggung jawab. Aku percaya bahwa
dibalik setiap musibah pasti ada hikmat yang tersembunyi, tinggal bagaimana
kita dapat belajar dari kesalahan kita dan tidak mengulanginya lagi.
Dari sini, aku belajar bahwa apa
yang kita miliki harus kita jaga sebaik-baiknya. Orangtua kita sudah bersusah
payah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kita sehingga kita harus merawat
dan menjaga apa yang kita miliki sebaik-baiknya. Aku juga belajar untuk tidak menganggap
remeh barang-barang milikku dengan menaruhnya sembarangan. Aku juga sadar bahwa sikap cerobohku sangat
merugikan diriku sendiri dan juga orang tuaku. Maka dari itu, aku akan belajar
untuk menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dan lebih menghargai barang
sendiri.
Meremehkan sesuatu
oleh Aiko Gowin 9C
Kalau kamu mengingini sesuatu,
bekerjalah dengan keras untuk mencapai tujuan tersebut. Mengapa kita tidak
boleh bermalas-malasan? Jika kita bermalas-malasan dan mengandalkan orang lain,
tidak heran kalau hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan kita.
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, haruslah kita bersusah-susah untuk
mencapai hasil tersebut. Masa depan seseorang sangat penting baginya, maka
haruslah kita melakukan yang terbaik bagi masa depan kita.
Aku mempunyai pengalaman buruk yang
disebabkan oleh kemalasanku. Saat itu adalah waktu murid-murid SMP III
menentukan pilihan untuk melanjutkan ke sekolah mereka yang sebelumnya atau
pindah ke sekolah yang baru. Setiap murid yang ingin pindah pasti menentukan
pilihan yang terbaik menurut mereka atau orang tua mereka. Aku adalah salah
satu murid yang ingin melanjutkan pendidikanku ke sekolah lain. Sekolah IICS
adalah tujuan pertamaku waktu itu, dengan alasan kakak perempuanku menempuh
jalan yang sama saat dia masih duduk di kursi SMA. Namun, tujuan pilihanku
berubah ke SMAK 8 saat melihat biaya mahal yang harus dibayar orang tuaku untuk
masuk ke sekolah tersebut. Aku mengganti pilihanku menjadi SMAK 8 dan
menetapkan tujuanku ke sana. Saat inilah permulaan kejadian musibahku.
Kejadian itu berawal ketika aku
mengikuti ujian masuk SMAK 8. Hari sebelumnya, aku tidak belajar untuk ujian
tersebut karena ada ulangan harian Matematika keesokan harinya. Aku mempelajari
untuk ulangan harianku dan meninggalkan ujian tersebut. Pada pagi hari itu, aku
tiba-tiba merasa mual. Namun, aku memaksa diriku untuk bangun dan bersiap-siap
tanpa memikirkan rasa sakit tersebut. Sampai di sekolah tersebut, aku bertemu
dengan temanku yang juga ingin melanjutkan ke sekolah yang sama. Kami masuk ke
ruangan yang tersedia dan memulai ujiannya. Mata pelajaran yang pertama diuji
adalah Bahasa Inggris, lalu dilanjutkan dengan Matematika. Saat melakukan ujian
Bahasa Inggris, aku tidak bisa berpikir lurus karena rasa sakit di perutku
belum reda. Aku tidak bisa fokus 100% pada pekerjaanku, tetapi aku mencoba
sebaik-baiknya untuk melakukannya. Aku juga berusaha melakukan ujian Matematika
dengan sungguh-sungguh. Namun, karena aku tidak belajar hari sebelumnya, aku
tidak bisa mengerjakannya dengan baik. Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan
supaya aku bisa lulus dan diterima ke sekolah itu.
Surat hasil tes masuk yang diberikan
melalui e-mail kuterima 4 hari setelah ujian masuk tersebut. Saat ayahku
memberitakan bahwa aku masuk ke penjurusan IPS, aku merasa kecawa karena tujuan
utamaku adalah untuk bergabung dengan penjurusan IPA. Aku melihat di surat
tersebut bahwa hanya 4 orang yang masuk penjurusan IPA. Untuk yang tidak
diterima atau diterima ke mata pelajaran yang tidak kita ingini, kita
diperbolehkan untuk mengikuti Gelombang 2 tanpa membayar. Di saat inilah aku
merasa bingung. Sebenarnya, aku ingin sekali diterima ke penjurusan
IPA karena aku kurang menyukai dan selalu mendapatkan
nilai yang kurang maksimal dalam pelajaran IPS. Namun, aku takut kalau aku
tidak dapat mengerjakan ujian masuk yang kuduga sama susahnya seperti ujian
sebelumnya. Aku juga tidak mau orang tuaku bersusah payah untuk mencarikan
sekolah baru untukku lagi. Jadi, aku memutuskan untuk tidak mengikuti Gelombang
2 dan menjadi tetap dengan keputusanku. Sebaliknya, temanku yang berbarengan
diterima ke penjurusan IPS melakukan sebaliknya yang aku lakukan. Ia berusaha
keras belajar untuk Gelombang 2 dan akhirnya diterima oleh sekolah tersebut.
Aku tidak merasa terkejut saat mendengar kabar tersebut, aku tahu bahwa
determinasinya untuk masuk ke penjurusan IPA sangatlah besar. Namun, pada waktu
itu aku sedikit menyesal karena aku tidak berusaha lebih keras untuk mencapai
tujuan utamaku. Aku tidak bisa sampai tujuan.
Kekesalan di diriku bertumbuh ketika
teman-temanku di sekolah mengejekku masuk IPS. Mereka mengesalkanku sampai aku
tidak bisa tidak di malam hari, mengingatkanku bahwa aku tidak berusaha lebih
keras lagi. Aku tahu bahwa dibalik ejekan mereka, mereka tahu aku bisa
mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan oleh sebab itu, aku menyesal sekali
tidak mengikuti Gelombang 2 waktu itu. Aku merasa iri dengan temanku yang sudah
diterima di penjurusan IPA dan meninggalkanku di sini, masih diterima dalam
suatu mata pelajaran yang kurang kusukai. Aku bercerita ke orang tuaku bahwa
aku tidak ingin lagi berada di penjurusan IPS, aku ingin pindah ke IPA. Melihat
balik kelakuanku, aku adalah orang yang egois. Aku tidak bisa menerima
keputusanku yang aku telah pikirkan dahulu. Namun, aku tidak ingin menyesal
selama 3 tahunku berada di sekolah baru. Aku ingin mendapatkan nilai-nilai
bagus dan membanggakan orang tuaku. Aku ingin mencapai tujuan utamaku.
Setelah perbincangan itu, ayahku
berbicara kepada orang humas yang bekerja di sana dan menanyakan bila aku bisa
diberikan satu kesempatan lagi untuk mengikuti ujian masuk tersebut. Kejadian
ini terjadi ketika hampir semua sekolah sudah menutup pendaftaran murid baru.
Ada beberapa sekolah yang mengadakan Gelombang 3 penerimaan murid baru, tetapi
hanya sekolah inilah yang aku mau. Untungnya, orang humas itu berbaik hati dan
memberikanku kesempatan. Namun, ada satu
kondisi untuk mengikutinya. Aku hanya diberikan 1 minggu untuk belajar.
Mendengar kabar tersebut, aku merasa sangat senang. Dalam waktu 1 minggu itu,
aku belajar 2-3 jam per hari supaya aku bisa mengerjakannya tanpa menyesal lagi
pada akhirnya. Aku merasa sangat beruntung diberikan satu kesempatan lagi, aku
tidak mau mengecewakan orang tuaku. Aku juga meminta bantuan temanku untuk
mengajarkanku dan memberikanku kertas-kertas latihan untuk kukerjakan. Aku
tidak mau berhenti di tengah jalan.
Aku mengerjakan ujian tersebut
dengan sepenuh hati dan jiwaku. Aku menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan juga
bergantung kepada kemampuanku sendiri. Tidak lupa aku dan ayahku berterima
kasih kepada orang humas yang telah memberikanku kesempatan kedua ini. Aku
yakin bahwa aku bisa lulus dan diterima oleh sekolah ini. Beberapa hari
kemudian, dugaanku benar. Ayahku memberitakan bahwa aku telah diterima masuk ke
SMAK 8.
Aku bersyukur kepada Tuhan karena
bisa mencapai tujuanku, walaupun di awal aku telah terjerumus dalam kegagalan.
Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku berada di penjurusan
IPS selama 3 tahun. Bukannya tidak menyukai penjurusan IPS, tetapi aku tahu aku
tidak akan niat belajar di penjurusan yang kurang menarik perhatianku.
Ternyata, belajar adalah hal yang penting, apalagi bagi seorang murid yang
ingin mempunyai masa depan yang cerah. Kini, aku harus menjadi lebih rajin dan
tidak menganggap mata pelajaran yang aku kira gampang remeh. Aku harus bekerja
keras untuk mendapatkan nilai-nilai bagus, bagi diriku sendiri dan bagi orang
tuaku.
Pengalaman tersebut membuatku sadar
bahwa aku harus belajar dan tidak menganggap semua mata pelajaran remeh. Kita
memang memiliki kelebihan masing-masing di bidang yang berbeda, baik di bidang
musik, seni, matematika, maupun berpidato. Namun, mungkin kelebihan kita bisa
menjadi kekurangan kita jika kita meremehkan kelebihan tersebut. Oleh karena
itu, kita harus berusaha untuk tidak meremehkan suatu hal yang kecil yang
mungkin berdampak suatu hal yang besar.
KECEROBOHAN
Oleh:
Jaqueline Marshiela 9C
Segala
hal yang tidak dilakukan dengan hati-hati selalu berakibat tidak baik. Hal
tersebut bisa berakibat fatal walaupun terlihat sebagai hal yang kecil. Sudah
seharusnya kita selalu berikap waspada terhadap segala situasi. Agar kita
terhindar dari hal-hal seperti melewatkan sesuatu, tersesat, dihipnotis,
dirampok, atau dampak buruk lainnya hanya karena kita kurang berhati-hati.
Aku
mempunyai sebuah pengalaman buruk. Aku terpisah dari ayahku karena aku panik dan
tidak mendengerkan kata-kata orangtuaku dengan baik. Kejadian ini aku alami
pada saat masih menginjak bangku SD, tepatnya umur 11 tahun. Pada waktu itu, aku pergi dengan keluargaku ke Singapura. Tepatnya di Universal Studios Singapore, sebuah
taman bermain. Ini merupakan kunjungan keluargaku yang pertama ke Singapura.
Pada
liburan sekolah, keluargaku memutuskan untuk berkunjung ke Singapura. Hari itu,
kita mengunjungi Universal Studios. Itu
merupakan pengalaman pertamaku ke sana. Sehingga, aku tidak mengenal tempat itu
sama sekali. Oleh karena itu, aku selalu berada bersama-sama dengan keluargaku.
Setelah aku dan keluargaku membeli tiket dan masuk ke dalam, kita mencoba
berbagai permainan. Lalu, ayahku membawa kita ke sebuah permainan bernama ‘The Revenge Of The Mummy’ yang berbentuk
rollercoaster. Aku dan adik
perempuanku memberanikan diri untuk naik rollercoaster
tersebut bersama dengan ayahku. Akhirnya, kami pun masuk ke dalam.
Setelah
mengantri, kita diperkenalkan dengan cerita di balik permainan tersebut. Di
dalam, kita diperlihatkan dengan banyak lukisan, atraksi-atraksi canggih
beserta dengan sound effect untuk
membuat ceritanya menarik. Cerita yang disajikan sangat menyeramkan bagiku dan
adikku sehingga kami kehilangan keberanian untuk menaiki rollercoaster tersebut. Tetapi kita sudah terlanjur masuk sehingga
kita tidak dapat keluar lagi. Alhasil, ayahku naik rollercoaster tersebut sendiri dan aku diminta untuk menunggu di
tempat itu bersama adikku. Ayahku berpesan untuk tetap menunggu di sana, jangan
berkeliaran, jangan menerima apapun dari orang asing, jangan menuruni tangga exit sendirian, dan jangan ikut dengan
orang asing bagaimanapun kondisinya. Aku dan adikku pun mengangguk patuh. Kami
menunggu di tempat gelap dan sepi itu hanya selama sekitar 5 menit. Tetapi hal
tersebut terasa sangat lama bagiku dan adikku. Kami mulai ketakutan karena ayah
tidak kunjung menjemput kita. Akhirnya, kita berdua menangis di situ.
Tiba-tiba,
datang 2 orang laki-laki beretnis India berkulit agak gelap. Kami berdua merasa
janggal namun sedikit lega karena akhirnya ada orang di sini sehingga tidak
lagi terasa sepi. Namun, tak lama kemudian, kedua orang tersebut mulai
mendekati kita dan mengajak kita bicara dengan bahasa Inggris. Mereka bertanya
apakah kita ingin diantar ke bawah untuk mencari orangtua kita. Aku yang sangat
panik dan takut saat itu, langsung mengiyakan ajakan mereka. Aku menggandeng
adikku dan mulai megikuti mereka dalam keadaan menangis menuruni tangga exit. Namun, tiba-tiba salah satu dari
lelaki tersebut menggandeng tanganku. Tetapi aku tetap mengikuti mereka. Saat
kita sudah setengah jalan, ayahku datang. Ayahku datang dari arah bawah dan ia
langsung menarikku dan adikku. Saat itu juga, kedua lelaki itu terlihat
ketakutan dan langsung melepas genggamannya lalu berlari pergi. Aku dan adikku
masih ketakutan sehingga tidak dapat mencerna hal yang sedang terjadi.
Kemudian, ayahku mulai menjelaskan semuanya, ia berkata bahwa orang-orang
tersebut bisa saja orang jahat mengingat banyak kasus yang sudah terjadi.
Aku
bersyukur kepada Tuhan karena bisa bertemu kembali dengan ayahku saat itu. Aku
tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya ayahku tidak melewati
tangga itu. Aku dan adikku bisa saja menjadi korban kejahatan. Human trafficking, penjualan organ,
kasus asusila, sudah banyak terjadi saat itu. Ternyata, tidak semua orang yang
terlihat baik mempunyai maksud yang baik. Sekarang, aku harus berhati-hati dan
lebih waspada dalam berhubungan dengan orang asing di sekitarku.
Peristiwa
tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita harus selalu berhati-hati dan
selalu bersikap waspada dalam keadaan apapun. Tidak perlu digubris seandainya
ada orang asing yang menawarkan antaran, permen, atau hal-hal lainnya. Di dunia
ini, tidak semua orang mempunyai maksud baik terhadap kita, masih banyak
orang-orang yang dapat merugikan diri kita. Oleh karena itu, waspadalah dan
berhati-hatilah berhubungan dengan orang yang belum kita kenal sebelumnya.
Menyontek
Oleh Ryan 9C
Menyontek merupakan perbuatan yang
tidak terpuji dan dipandang buruk oleh orang. Menyontek adalah perbuatan
menyalin atau mengikuti hasil karya orang lain. Menyontek dapat membawa banyak
sekali kerugian, seperti menanggung rasa malu yang ditimbulkan dan mendapatkan
hukuman yang berat.
Hal ini terjadi saat aku duduk di
bangku SD kelas 3. Pada saat itu, guruku mengadakan ulangan IPA. Aku sudah
belajar untuk ulangan ini dan sudah mempersiapkannya dengan baik. Saat ulangan
itu dibagikan, aku langsung mengerjakannya dengan cepat. Akan tetapi, aku tidak
tahu bahwa ada satu soal yang tidak bisa kukerjakan, padahal aku sudah
mempersiapkannya dengan baik. Akhirnya, aku memutuskan untuk menyontek.
Pada jam 9:00, guruku, Ms. Susi
datang dan menyuruh kelasku untuk berdoa selagi guruku memberikan kertas
ulangan. Setelah ulangan itu dibagikan, aku pun langsung mengerjakannya dengan
cepat. Setelah lima menit, aku sudah selesai mengerjakan ulangan tersebut,
tetapi terdapat satu soal yang tidak bisa kujawab. Setelah selesai menjawab,
aku langsung mengganti halaman ke soal yang tidak bisa kujawab itu. Aku pun
berpikir dengan keras, tetapi aku tidak bisa menemukan jawaban untuk soal
tersebut. Tiba-tiba, aku menemukan sebuah cara untuk menemukan jawaban itu, yaitu
dengan menyontek.
Aku pun mulai mengambil buku
pelajaranku keluar dan mulai membuka halaman yang berhubungan dengan topik
tersebut. Akan tetapi, saat aku sudah ingin menyalin jawaban tersebut, guruku
tiba-tiba mendatangiku dan menyuruhku ke ruang guru bersama dia untuk membahas
soal ini. Aku di ruang guru selama sesi itu berakhir dan aku disuruh untuk
melanjutkan pelajaran sampai pulang sekolah. Setelah pulang sekolah, aku dan
orangtuaku dipanggil ke ruang guru untuk membahas soal ini. Aku hanya bisa
terdiam sampai orangtuaku dan guruku, Ms. Susi selesai bicara.
Setelah selesai berbicara dengan Ms.
Susi, kami pun pulang. Di perjalanan pulang, orangtuaku menanyakanku mengapa
aku menyontek. Akan tetapi, aku cuma bisa menangis dan menjawab dengan terbata-bata.
Sesampainya di rumah, aku ditanyai lagi oleh orangtuaku dan akhirnya aku bisa
menjawabnya. Setelah menjawab, aku berpikir bahwa aku akan dipukul, tetapi
orangtuaku hanya menegur dan menasihatiku.
Aku menyesal atas perbuatanku hanya
karena aku ingin mendapatkan nilai seratus. Walaupun akhirnya aku disuruh
melakukan ulangan tersebut lagi, aku tetap menyesal terhadap kelakuanku. Jika
aku tidak menyontek dari buku, orangtuaku pasti tidak akan dipanggil. Aku juga
merasa bersalah dan merasa malu saat orangtuaku dipangggil untuk membahas
masalah ini. Jika orangtuaku sangat kesal kepadaku, mereka mungkin akan
menghukumku.
Peristiwa ini mengajarkanku untuk menanggung semua
resiko dan kewajiban yang aku lakukan. Saya juga tidak akan menyontek lagi karena
aku sudah tahu apa akibatnya dan itu bukan suatu hal yang terpuji. Selain itu,
karena kejadian ini aku dimarahi oleh orang tua aku dan membuat aku sangat
malu. Oleh karena itu, aku tidak akan mengulangi perbuatan itu dan mulai
belajar dengan lebih serius lagi.
Kecerobohan Awal Sebuah Kehilangan
Oleh Samantha 9C
Pernahkah kalian melakukan
sesuatu yang sangat ceroboh dan membuat kalian ingin memutar balik waktu? Pasti
kalian akan merasa sangat bersalah dan sangat takut. Kecerobohoan kita itu
dapat membuat kita tidak bertanggung jawab dengan hal-hal yang harusnya kita
jaga baik-baik, seperti barang kepunyaan kalian. Apalagi kalau barang tersebut
bukan punya kita, pasti akan merasa lebih bersalah lagi.
Kejadian yang membuatku
sadar untuk selalu bertanggung jawab dengan barang-barang pribadi terjadi pada
saat aku berumur 10 tahun di sebuah mall. Pada waktu itu, kamera digital yang berbentuk persegi panjang
dengan ukuran yang kecil sehingga efisien untuk dibawa kemana-mana, menjadi
sebuah alat elektronik yang nge-hits.
Saya merasa senang sekali saat mengetahui bahwa mamaku membeli salah satu
kamera digital yang sedang trending. Saya
seringkali menggunakan kamera itu untuk mengambil foto pada momen-momen
tertentu.
Saat itu, saya sedang
liburan kenaikan kelas. Saya dan keluarga saya berencana untuk pergi liburan.
Seperti pada liburan-liburan sebelumnya, keluarga saya selalu berlibur ke Bali
karena kita sangat suka dengan Bali dan lingkungannya. Kita pergi berlibur ke
Bali selama 5 hari. Kita menghabiskan waktu liburan kita di Bali dengan jalan-jalan
keliling Bali, bermain di pantai, main di kolam renang, pergi melakukan water
sport, dan lain-lain.
Pada suatu hari, saya dan
keluarga saya berencana untuk pergi ke mall di Bali. Pada pagi harinya, kita
menghabiskan waktu di hotel, bersantai-santai. Lalu pada siang hari, kita pergi
ke mall untuk jalan-jalan. Saat sedang dalam perjalanan menuju mall, mama saya
menemukan kamera digital nya yang tidak sengaja terbawa di dalam tasnya. Saya
mengambil kamera yang disarungi oleh sebuah tas kecil dengan pengait dan saya
gantung di celana saya karena saya ingin mengambil foto-foto saat jalan-jalan.
Selama di mall, saya
mengambil berbagai foto dengan kamera digital saya. Sebelum pulang, saya pergi
ke toilet dan saat di dalam toilet, saya melepaskan kaitan kamera dan saya
taruh kamera di sebuah rak yang disediakan untuk menaruh barang. Setelah dari
toilet, saya dan keluarga saya pergi ke lobby untuk naik taksi pulang ke hotel.
Saat sedang menunggu, tiba-tiba saya teringat bahwa kamera saya tertinggal di
toilet mall. Saya pun lari ke toilet tersebut dan sayangnya, kamera saya yang
tertinggal sudah hilang. Saya bertanya-tanya kepada staff yang bertugas di
toilet tersebut tetapi mereka mengatakan bahwa mereka tidak menemukan kamera
saya.
Saya sangat menyesal dengan
keteledoran dan kecerobohan saya sehingga saya menghilangkan kamera tersebut.
Akan tetapi, saya bersyukur karena barang yang saya hilangkan hanya sebuah
kamera yang mengandung foto-foto dan bukan sebuah handphone yang mengandung
berbagai hal tentang kehidupan pribadi saya. Saya tidak bisa membayangkan jika
handphone saya hilang. Kehidupan saya dapat berada dalam bahaya karena orang
yang mengambil handphone saya akan mengetahui tentang kehidupan pribadi saya.
Dari pengalaman kehilangan
kamera in, kita dapat belajar untuk lebih bertanggung jawab dengan barang-barang pribadi. Apalagi kalau
barang tersebut bukan milik kita. Kecerobohon kita dapat merugikan orang lain
yang berada di sekitar kita. Oleh karena itu, kita harus lebih bertanggung
jawab dengan barang-barang kita dan menjadi lebih disiplin dalam menjaga
barang-barang milik kita berapa pun nilainya.