Senin, 20 Maret 2017

Kumpulan teks eksemplum pilihan 9A, 9B, 9C



 Remidial Ujian Akhir
oleh Irene 9A

Ujian akhir tentu sangat menentukan kenaikan kelas. Umumnya, semua siswa pasti menggebu-gebu untuk mengejar materi dan belajar semalam suntuk untuk meraih kelulusan dengan nilai yang baik. Jika rajin, siswa pasti akan mempersiapkan bahan ujian dari jauh-jauh hari dan mulai mencicil untuk mempelajarinya sehingga ia bisa mendapat predikat “A” sebagai nilai kelulusan.  Namun sebaliknya, siswa pemalas biasanya tidak bisa mengerjakan ujian akhir dengan baik bahkan sampai mengulangnya.
Hal itulah yang terjadi pada ku saat ujian akhir kelas 6 tiga tahun yang lalu.  Aku meremehkan soal ujian dan memutuskan untuk tidak mempelajari bahan untuk ujian akhir. Jika bisa mengulang waktu, Aku ingin kembali ke waktu sebelum ujian akhir dilaksanakan. Aku ingin memperbaiki kesalahan bodoh yang telah Aku lAkukan karena kemalasan dan ketidakpedulian sehingga Aku harus menerima akibatnya yaitu mengikuti remedial.
Saat itu kira-kira adalah bulan Mei ketika berbagai macam ujian sedang menanti di ambang pintu. Guru-guru sudah memberitahu jadwal ujian dan meningatkan murid-murid untuk mulai mengumpulkan materi dan mencicil untuk belajar. Saat itu, Aku hanya berfokus pada pelajaran yang Aku anggap sulit, yaitu Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia sehingga pelajaran lain kurang kukuasai. Untuk ketiga pelajaran yang masuk ke dalam Ujian Nasional, Aku belajar dengan sangat tekun dan giat. Akibatnya, Aku melupakan dan membiarkan mata pelajaran lain yang ternyata tidak kalah sulitnya.
Semalam sebelum ujian Pendidikan Kewarganegaraan, Aku berfikir bahwa soal yang akan diberikan pasti tidak akan sesulit Ujian Nasional karena materi pelajaran tersebut bisa dibilang sedikit. Saat itu Aku memilih untuk tidak belajar menonton video-video yang menyegarkan pikiran di Youtube. Hari itu, Aku memutuskan untuk beristirahat lebih awal dan berharap bahwa soal ujian pasti akan sangat mudah. Tak lupa, Aku juga berdoa kepada Tuhan sehingga besok Ia akan memberi kemampuan kepadaku untuk mengerjakan soal dengan baik.
Keesokan paginya, Aku hampir telat berangkat ke sekolah. Beruntung, Aku tiba di sekolah pukul 6.55 karena lima menit lagi bel kedua sekolah akan dibunyikan. Aku cepat-cepat berlari ke kelas dan untungnya devosi pagi belum dimulai. Pagi itu Aku sudah merasakan bahwa keberuntungan akan mengikutiku hari ini. Setelah devosi pagi, ada waktu sekitar 10-15 menit untuk mempersiapkan diri sebelum ujian dimulai. Teman-teman ku semuanya menggunakan waktu tersebut untuk mengulang materi. Sedangkan, Aku memilih untuk duduk di kursi dan menenggelamkan kepala di atas meja. Tak lama kemudian, guru pengawas masuk ke dalam kelas sambil membawa kertas ujian. Setelah menyampaikan beberapa peraturan, soal ujian-pun dibagikan. Tak terlewatkan, sebelum membuka soal ujian aku berdoa kepada Tuhan untuk meminta bimbingan-Nya dalam mengerjakan soal. Setelah itu, dengan percaya diri, Aku membuka kertas soal dan mengisi nama.
Aku mulai membolak-balik kertas untuk mengetahui berapa soal yang diberikan. Betapa kagetnya Aku saat itu ketika mengetahui bahwa ada 35 soal pilihan ganda, 10 isian dan 5 soal essai. Aku mulai khawatir, takut bahwa soal ujian akan lebih susah dari apa yang Aku harapkan. Tapi Aku mencoba untuk tenang dan mulai membaca soal pilihan ganda. Saat mengerjakan pilihan ganda, Aku mulai tidak yakin kalau aku bisa mengerjakan soal ini karena aku hanya mengerjakan kira-kira seperempat dari soal tersebut. Kemudian Aku mulai mengerjakan bagian isian, Aku mulai berkeringat dingin karena Aku tidak memahami maksud dari soal tersebut. Beruntung, teman sebelahku adalah siswa yang pintar, Aku mulai mencari cara untuk menyontek. Tetapi teman-ku itu tidak mau memberikan jawaban dan mengancam untuk melaporkan ke guru. Akhirnya Aku-pun menyerah dan pasrah, tidak ada cara lain selain mengisi seadanya dan menyerahkan hasil kepada Tuhan.
Beberapa hari setelah itu, guru bidang studi tersebut mengumumkan nama-nama siswa yang lulus dan tidak lulus. Saat itu Aku sudah mempersiapkan mental untuk menerima yang terburuk. Benar saja, nama-ku disebutkan pada daftar nama yang tidak lulus ujian. Akibatnya, Aku harus mengikuti perbaikan atau remedial dan mengerjakan soal ujian lagi. Hal yang paling Aku takutkan adalah mengikuti remedial karena hal itu sangat memalukan.  Fatalnya, pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang berperan penting dalam nilai kelulusan. Sesampainya di rumah, Aku memberanikan diri untuk memberitahu orangtuaku, sesuai dugaanku, mereka memarahiku dan menyuruhku untuk belajar malam itu juga. Aku menuruti perintah mereka dan akhirnya saat Aku remedial, Aku bisa mengerjakan remedial dengan baik. Sayangnya, Aku hanya bisa mendapatkan nilai 70 sebagai nilai maximal.  
Aku sangat menyesal akan kejadian itu, seharusnya aku sadar untuk belajar dengan tekun tanpa bermalas-malasan dan mempasrahkan semuanya dengan berdoa. Berdoa memang penting agar Tuhan menolong kita, tapi kita juga harus melakukan kewajiban kita. Di sisi lain, Aku juga sangat bersyukur karena bisa naik kelas dan lolos ujian walaupun dengan nilai yang tidak memuaskan.
Dari pengalaman tersebut, sebagai siswa kita seharusnya sadar akan kewajiban kita yaitu belajar. Kita tidak bisa mendapatkan nilai yang kita harapkan jika kita tidak mau belajar dengan tekun dan serius. Nilai yang bagus tidak bisa didapatkan semata-mata karena soal ujian yang mudah atau bahkan dengan berdoa kepada Tuhan. Sebagai siswa kita seharusnya konsisten dalam belajar agar kita bisa meraih prestasi akademik yang baik dan membanggakan kedua orangtua kita. 

Mengendarai Mobil di bawah Umur 
oleh Jerhemy Owen 9A


Berhati-hatilah dalam mengendarai mobil, apalagi jika kalian masih di bawah umur dan belum mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi). Mengapa tidak boleh? Karena jika masih dibawah umur dan belum mempunyai SIM, emosi kita masih belum cukup stabil dan kita masih kurang berhati-hati. Hal ini dapat membahayakan diri kita dan orang lain yang juga mengendarai mobil.  
Aku pernah mempunyai pengalaman yang buruk saat mencoba mengendarai mobil. Ketika itu aku baru berumur 14 tahun (kelas 8), dan sudah mulai berlatih mengendarai mobil (didampingi orangtua), karena hal itu adalah hal yang membanggakan dan keren. Lalu setelah merasa sudah bisa mengendarai mobil dengan baik dan hebat, aku meminta izin kepada orangtuaku untuk mengendarai mobil sendiri ke rumah temanku karena sangat dekat dengan rumahku, kira-kira 5-10 menit dari rumahku. Akhirnya, aku diperbolehkan mengendarai mobil sendiri, tetapi perjalanan itu adalah perjalanan yang sangat membekas di memoriku. Perjalanan itu akan selalu kuingat karena pada saat itu aku tidak sengaja menabrak mobil orang di depanku. Bayangkan saja, belum mempunyai SIM, masih remaja yang belum 17 tahun, sedang mengendarai mobil seorang diri, dan sudah menabrak mobil orang lain!
Peristiwa itu berawal ketika aku melihat jika aku dapat mengendarai mobil, itu adalah hal yang keren. Oleh karena itu, aku meminta ijin kepada orangtuaku untuk belajar dan mencoba mengemudi mobil. Awalnya, mereka tidak mengijinkanku karena umurku masih terlalu muda dan beberapa hal sebagainya. Tetapi aku tetap meminta dan sedikit memaksa supaya mereka mengijinkanku, karena menurutku jika bisa mengemudi mobil, itu adalah hal yang keren. Akhirnya mereka mengijinkanku untuk berlatih tetapi harus extra hati-hati dan harus didampingi oleh salah satu dari mereka. Aku tidak masalah dengan hal itu, dan mulai saat itu aku  belajar mengendarai mobil. 
Setelah beberapa waktu belajar mengemudi mobil, akhirnya aku sudah cukup lancar. Aku selalu dilatih oleh orangtuaku untuk mengemudi mobil dengan hati-hati dan pelan-pelan. Setelah kurang atau lebih 6 bulan belajar mengemudi mobil, aku merasa sudah sangat lancar. Oleh karena itu, aku mempunyai keinginan untuk mengemudi mobil sendiri tanpa didampingi oleh orangtuaku. Jadi aku meminta ijin pada mereka supaya aku diperbolehkan mengendarai mobil sendiri. Mereka mengijinkanku untuk itu, tetapi hanya tempat-tempat disekitar perumahanku. Mungkin mereka mengijinkanku karena melihat aku sudah lancar dan sudah cukup baik dalam mengemudi mobil.
Saat itu, aku mendapatkan tugas kelompok IPA dari sekolah dan harus dikerjakan di rumah. Kelompokku sepakat untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah salah satu temanku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku. Jadi aku memutuskan mengemudi mobil untuk pergi ke rumah temanku itu. Ini adalah kali pertamaku mengemudi mobil sendiri tanpa didampingi orangtuaku. Waktu itu, kelompokku memutuskan untuk berkumpul jam 15.00, tetapi jam 14.55 aku baru mulai berangkat dari rumah dengan mengemudi mobil. Keadaan perjalanan saat itu sangat macet. Lalu tiba-tiba terdengar suara notifikasi dari HP-ku yang sangat berisik, jadi aku berusaha untuk mengecek HP-ku sebentar. Ternyata, itu adalah pesan dari temanku yang menanyakan keberadaanku dan memintaku untuk cepat datang karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.05. Lalu, aku pelan-pelan mencoba membalas pesan itu dengan singkat. Tiba-tiba terdengar bunyi benturan yang sedikit kencang. Tak disangka itu adalah suara benturan mobilku dan mobil depanku yang ternyata tak sengajaku tabrak karena tidak konsentrasi mengemudi.
Lalu pengemudi mobil yang aku tabrak itu turun dengan muka garang dan memintaku untuk kepinggir. Perasaanku sangat tidak karuan, aku sangat kaget dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Akhirnya aku turun dan mengatakan bahwa aku tidak sengaja menabrak karena bermain HP. Pengemudi itu memarahiku dan menanyakan SIM dan KTP-ku, dengan jujur aku mengatakan bahwa aku belum mempunyai SIM dan KTP karena baru berumur 14 tahun. Ia kaget dan mengancam untuk melaporkanku ke polisi untuk ditindak lanjuti. Aku sangat ketakutan dan memohon untuk tidak dilaporkan ke polisi. Aku juga berjanji bahwa aku akan bertanggung jawab menggantikan kerusakan mobil itu. Setelah mengetahui aku akan menggantikan kerusakan, pengemudi itu memaafkanku dan tidak melaporkanku pada polisi. Lalu aku menelpon orangtuaku tentang kejadian ini, mereka menyuruhku untuk tetap tenang karena mobilku dipenuhi surat-surat dan juga mempunyai asuransi lengkap. Orangtuaku menyuruhku untuk mengajak pengemudi itu ke rumah untuk mengurus asuransi.
Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena masih bisa menyelesaikan dan bertanggung jawab atas masalah itu. Selain itu, aku juga bersyukur karena tidak dilaporkan ke polisi untuk ditindak lanjuti. Aku tak bisa membayangkan jika masalah itu dilaporkan ke polisi, pasti aku bisa dikenakan sanksi atau bahkan dipenjara. Setelah kejadian itu, aku berjanji untuk tidak mengemudi mobil sendirian karena masih belum cukup umur, dan juga untuk lebih berhati-hati dan konsentrasi saat mengendarai mobil.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita harus lebih mematuhi peraturan, karena peraturan dibuat untuk kebaikan diri kita dan orang lain. Tidak peduli dengan seberapa keren hal itu, jika itu melanggar peraturan, kita tidak boleh melakukannya. Oleh karena itu, patuhilah aturan yang ada dan bijaklah saat mengemudi mobil. 



Ceroboh dan Handphone Melayang
oleh Elizabeth 9B 

Kecerobohan merupakan suatu sifat yang merugikan baik diri sendiri maupun orang lain. Tidak ada satupun orang yang ingin menjadi orang yang ceroboh, namun sulit rasanya untuk menghilangkan sifat yang sudah melekat hampir di setiap dari kita. Kecerobohan dapat mengakibatkan berbagai hal buruk, bahkan yang fatal sekalipun. Banyak kasus-kasus besar yang sudah terjadi akibat kecerobohan.
            Aku sendiri mempunyai sebuah pengalaman yang cukup menjengkelkan karena kecerobohanku. Aku mempunyai sebuah handphone yang merupakan pemberian dari ibuku sebagai hadiah ulang tahunku. Handphone tersebut juga merupakan handphone android pertama ku yang tentunya sangat berkesan dan berharga. Namun karena kecerobohan dan ketidak pedulianku, handphone itupun akhirnya hilang dari genggamanku.
            Kejadian tersebut berawal ketika kami sekeluarga sedang berjalan-jalan keliling kota Hongkong. Kami berjalan-jalan di sore hari yang cukup ramai. Pada waktu itu, aku membawa tas ransel kecil dan aku menyimpan handphoneku di kantong depan tas tersebut. Cerobohnya, aku lupa untuk menutup kantong depanku itu dan saat itu aku tidak menyadarinya. Ketika aku sedang melihat-lihat toko yang ada di sepanjang jalan, tiba-tiba ada 1 toko sepatu yang menarik perhatianku. Akupun akhirnya meminta izin kepada ibuku untuk pergi kesitu. Setelah itu, aku langsung berlari ke toko sepatu tersebut dengan keadaan tas yang terbuka.
            Ketika aku sudah masuk ke dalam toko sepatu tersebut, aku langsung meletakkan tasku di sofa karena tas tersebut cukup berat. Dengan tenang aku meninggalkan tasku di tengah keramaian dan pergi untuk mencoba sepatu. Aku berpikir bahwa tidak akan ada kejahatan yang terjadi disini. Setelah sekitar 30 menit aku mencoba-coba sepatu, akupun menemukan sepasang sepatu yang kusukai. Akupun langsung mengambil dompet yang berada di kantong depan tas tersebut.
            Saat aku mengambil dompetku di tas, aku sangat terkejut ketika handphoneku sudah tidak ada lagi di kantong depan tasku. Akupun juga menyadari bahwa kantong depan tasku tidak kututup dari pagi. Akupun kemudian panik, namun aku tak tahu harus bertanya kepada siapa karena aku berada di negara asing yang berbeda bahasanya. Ditambah lagi aku sedang tidak bersama keluargaku saat itu. Setelah membayar sepatu tersebut, akupun bergegas keluar dari sini dan langsung mencari keluargaku. Untungnya, aku langsung menemukan ibuku yang kebetulan sedang melihat-lihat sepatu olahraga di toko Adidas yang tidak jauh dari toko sepatu tadi. Setelah itu, akupun langsung menceritakan apa yang terjadi dengan handphoneku kepada ibuku. Aku tidak tahu apakah handphoneku itu jatuh saat aku sedang berlari atau ada seseorang yang mengambilnya. Untungnya, ia tidak marah padaku karena ia tidak mau merusak suasana liburanku. Namun, ia tetap menasihatiku agar lebih memerhatikan barang milik sendiri dan aku tidak boleh menganggap remeh barang tersebut. Akupun langsung meminta maaf kepada ibuku atas kesalahanku ini.
            Walaupun aku kehilangan handphoneku, aku masih merasa bersyukur. Lewat kejadian ini, aku mendapat teguran agar aku tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi. Aku juga mendapat handphone yang lebih bagus, karena handphone lamaku sudah sedikit rusak. Aku tidak menyesali kejadian buruk ini. Namun, aku mengambil sisi positif dari kejadian ini yang dapat membawaku menjadi orang yang lebih bertanggung jawab. Aku percaya bahwa dibalik setiap musibah pasti ada hikmat yang tersembunyi, tinggal bagaimana kita dapat belajar dari kesalahan kita dan tidak mengulanginya lagi.
            Dari sini, aku belajar bahwa apa yang kita miliki harus kita jaga sebaik-baiknya. Orangtua kita sudah bersusah payah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kita sehingga kita harus merawat dan menjaga apa yang kita miliki sebaik-baiknya. Aku juga belajar untuk tidak menganggap remeh barang-barang milikku dengan menaruhnya sembarangan.  Aku juga sadar bahwa sikap cerobohku sangat merugikan diriku sendiri dan juga orang tuaku. Maka dari itu, aku akan belajar untuk menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dan lebih menghargai barang sendiri.


Meremehkan sesuatu
oleh Aiko Gowin 9C

            Kalau kamu mengingini sesuatu, bekerjalah dengan keras untuk mencapai tujuan tersebut. Mengapa kita tidak boleh bermalas-malasan? Jika kita bermalas-malasan dan mengandalkan orang lain, tidak heran kalau hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan kita. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, haruslah kita bersusah-susah untuk mencapai hasil tersebut. Masa depan seseorang sangat penting baginya, maka haruslah kita melakukan yang terbaik bagi masa depan kita.

            Aku mempunyai pengalaman buruk yang disebabkan oleh kemalasanku. Saat itu adalah waktu murid-murid SMP III menentukan pilihan untuk melanjutkan ke sekolah mereka yang sebelumnya atau pindah ke sekolah yang baru. Setiap murid yang ingin pindah pasti menentukan pilihan yang terbaik menurut mereka atau orang tua mereka. Aku adalah salah satu murid yang ingin melanjutkan pendidikanku ke sekolah lain. Sekolah IICS adalah tujuan pertamaku waktu itu, dengan alasan kakak perempuanku menempuh jalan yang sama saat dia masih duduk di kursi SMA. Namun, tujuan pilihanku berubah ke SMAK 8 saat melihat biaya mahal yang harus dibayar orang tuaku untuk masuk ke sekolah tersebut. Aku mengganti pilihanku menjadi SMAK 8 dan menetapkan tujuanku ke sana. Saat inilah permulaan kejadian musibahku.

            Kejadian itu berawal ketika aku mengikuti ujian masuk SMAK 8. Hari sebelumnya, aku tidak belajar untuk ujian tersebut karena ada ulangan harian Matematika keesokan harinya. Aku mempelajari untuk ulangan harianku dan meninggalkan ujian tersebut. Pada pagi hari itu, aku tiba-tiba merasa mual. Namun, aku memaksa diriku untuk bangun dan bersiap-siap tanpa memikirkan rasa sakit tersebut. Sampai di sekolah tersebut, aku bertemu dengan temanku yang juga ingin melanjutkan ke sekolah yang sama. Kami masuk ke ruangan yang tersedia dan memulai ujiannya. Mata pelajaran yang pertama diuji adalah Bahasa Inggris, lalu dilanjutkan dengan Matematika. Saat melakukan ujian Bahasa Inggris, aku tidak bisa berpikir lurus karena rasa sakit di perutku belum reda. Aku tidak bisa fokus 100% pada pekerjaanku, tetapi aku mencoba sebaik-baiknya untuk melakukannya. Aku juga berusaha melakukan ujian Matematika dengan sungguh-sungguh. Namun, karena aku tidak belajar hari sebelumnya, aku tidak bisa mengerjakannya dengan baik. Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan supaya aku bisa lulus dan diterima ke sekolah itu.

            Surat hasil tes masuk yang diberikan melalui e-mail kuterima 4 hari setelah ujian masuk tersebut. Saat ayahku memberitakan bahwa aku masuk ke penjurusan IPS, aku merasa kecawa karena tujuan utamaku adalah untuk bergabung dengan penjurusan IPA. Aku melihat di surat tersebut bahwa hanya 4 orang yang masuk penjurusan IPA. Untuk yang tidak diterima atau diterima ke mata pelajaran yang tidak kita ingini, kita diperbolehkan untuk mengikuti Gelombang 2 tanpa membayar. Di saat inilah aku merasa bingung. Sebenarnya, aku ingin sekali diterima ke penjurusan

IPA karena aku kurang menyukai dan selalu mendapatkan nilai yang kurang maksimal dalam pelajaran IPS. Namun, aku takut kalau aku tidak dapat mengerjakan ujian masuk yang kuduga sama susahnya seperti ujian sebelumnya. Aku juga tidak mau orang tuaku bersusah payah untuk mencarikan sekolah baru untukku lagi. Jadi, aku memutuskan untuk tidak mengikuti Gelombang 2 dan menjadi tetap dengan keputusanku. Sebaliknya, temanku yang berbarengan diterima ke penjurusan IPS melakukan sebaliknya yang aku lakukan. Ia berusaha keras belajar untuk Gelombang 2 dan akhirnya diterima oleh sekolah tersebut. Aku tidak merasa terkejut saat mendengar kabar tersebut, aku tahu bahwa determinasinya untuk masuk ke penjurusan IPA sangatlah besar. Namun, pada waktu itu aku sedikit menyesal karena aku tidak berusaha lebih keras untuk mencapai tujuan utamaku. Aku tidak bisa sampai tujuan.

            Kekesalan di diriku bertumbuh ketika teman-temanku di sekolah mengejekku masuk IPS. Mereka mengesalkanku sampai aku tidak bisa tidak di malam hari, mengingatkanku bahwa aku tidak berusaha lebih keras lagi. Aku tahu bahwa dibalik ejekan mereka, mereka tahu aku bisa mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan oleh sebab itu, aku menyesal sekali tidak mengikuti Gelombang 2 waktu itu. Aku merasa iri dengan temanku yang sudah diterima di penjurusan IPA dan meninggalkanku di sini, masih diterima dalam suatu mata pelajaran yang kurang kusukai. Aku bercerita ke orang tuaku bahwa aku tidak ingin lagi berada di penjurusan IPS, aku ingin pindah ke IPA. Melihat balik kelakuanku, aku adalah orang yang egois. Aku tidak bisa menerima keputusanku yang aku telah pikirkan dahulu. Namun, aku tidak ingin menyesal selama 3 tahunku berada di sekolah baru. Aku ingin mendapatkan nilai-nilai bagus dan membanggakan orang tuaku. Aku ingin mencapai tujuan utamaku.

            Setelah perbincangan itu, ayahku berbicara kepada orang humas yang bekerja di sana dan menanyakan bila aku bisa diberikan satu kesempatan lagi untuk mengikuti ujian masuk tersebut. Kejadian ini terjadi ketika hampir semua sekolah sudah menutup pendaftaran murid baru. Ada beberapa sekolah yang mengadakan Gelombang 3 penerimaan murid baru, tetapi hanya sekolah inilah yang aku mau. Untungnya, orang humas itu berbaik hati dan memberikanku kesempatan.  Namun, ada satu kondisi untuk mengikutinya. Aku hanya diberikan 1 minggu untuk belajar. Mendengar kabar tersebut, aku merasa sangat senang. Dalam waktu 1 minggu itu, aku belajar 2-3 jam per hari supaya aku bisa mengerjakannya tanpa menyesal lagi pada akhirnya. Aku merasa sangat beruntung diberikan satu kesempatan lagi, aku tidak mau mengecewakan orang tuaku. Aku juga meminta bantuan temanku untuk mengajarkanku dan memberikanku kertas-kertas latihan untuk kukerjakan. Aku tidak mau berhenti di tengah jalan.

            Aku mengerjakan ujian tersebut dengan sepenuh hati dan jiwaku. Aku menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan juga bergantung kepada kemampuanku sendiri. Tidak lupa aku dan ayahku berterima kasih kepada orang humas yang telah memberikanku kesempatan kedua ini. Aku yakin bahwa aku bisa lulus dan diterima oleh sekolah ini. Beberapa hari kemudian, dugaanku benar. Ayahku memberitakan bahwa aku telah diterima masuk ke SMAK 8.
            Aku bersyukur kepada Tuhan karena bisa mencapai tujuanku, walaupun di awal aku telah terjerumus dalam kegagalan. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku berada di penjurusan IPS selama 3 tahun. Bukannya tidak menyukai penjurusan IPS, tetapi aku tahu aku tidak akan niat belajar di penjurusan yang kurang menarik perhatianku. Ternyata, belajar adalah hal yang penting, apalagi bagi seorang murid yang ingin mempunyai masa depan yang cerah. Kini, aku harus menjadi lebih rajin dan tidak menganggap mata pelajaran yang aku kira gampang remeh. Aku harus bekerja keras untuk mendapatkan nilai-nilai bagus, bagi diriku sendiri dan bagi orang tuaku.

            Pengalaman tersebut membuatku sadar bahwa aku harus belajar dan tidak menganggap semua mata pelajaran remeh. Kita memang memiliki kelebihan masing-masing di bidang yang berbeda, baik di bidang musik, seni, matematika, maupun berpidato. Namun, mungkin kelebihan kita bisa menjadi kekurangan kita jika kita meremehkan kelebihan tersebut. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk tidak meremehkan suatu hal yang kecil yang mungkin berdampak suatu hal yang besar.


KECEROBOHAN
Oleh: Jaqueline Marshiela 9C

Segala hal yang tidak dilakukan dengan hati-hati selalu berakibat tidak baik. Hal tersebut bisa berakibat fatal walaupun terlihat sebagai hal yang kecil. Sudah seharusnya kita selalu berikap waspada terhadap segala situasi. Agar kita terhindar dari hal-hal seperti melewatkan sesuatu, tersesat, dihipnotis, dirampok, atau dampak buruk lainnya hanya karena kita kurang berhati-hati.
Aku mempunyai sebuah pengalaman buruk. Aku terpisah dari ayahku karena aku panik dan tidak mendengerkan kata-kata orangtuaku dengan baik. Kejadian ini aku alami pada saat masih menginjak bangku SD, tepatnya umur 11 tahun. Pada waktu itu, aku pergi dengan keluargaku ke Singapura. Tepatnya di Universal Studios Singapore, sebuah taman bermain. Ini merupakan kunjungan keluargaku yang pertama ke Singapura.
Pada liburan sekolah, keluargaku memutuskan untuk berkunjung ke Singapura. Hari itu, kita mengunjungi Universal Studios. Itu merupakan pengalaman pertamaku ke sana. Sehingga, aku tidak mengenal tempat itu sama sekali. Oleh karena itu, aku selalu berada bersama-sama dengan keluargaku. Setelah aku dan keluargaku membeli tiket dan masuk ke dalam, kita mencoba berbagai permainan. Lalu, ayahku membawa kita ke sebuah permainan bernama ‘The Revenge Of The Mummy’ yang berbentuk rollercoaster. Aku dan adik perempuanku memberanikan diri untuk naik rollercoaster tersebut bersama dengan ayahku. Akhirnya, kami pun masuk ke dalam.
Setelah mengantri, kita diperkenalkan dengan cerita di balik permainan tersebut. Di dalam, kita diperlihatkan dengan banyak lukisan, atraksi-atraksi canggih beserta dengan sound effect untuk membuat ceritanya menarik. Cerita yang disajikan sangat menyeramkan bagiku dan adikku sehingga kami kehilangan keberanian untuk menaiki rollercoaster tersebut. Tetapi kita sudah terlanjur masuk sehingga kita tidak dapat keluar lagi. Alhasil, ayahku naik rollercoaster tersebut sendiri dan aku diminta untuk menunggu di tempat itu bersama adikku. Ayahku berpesan untuk tetap menunggu di sana, jangan berkeliaran, jangan menerima apapun dari orang asing, jangan menuruni tangga exit sendirian, dan jangan ikut dengan orang asing bagaimanapun kondisinya. Aku dan adikku pun mengangguk patuh. Kami menunggu di tempat gelap dan sepi itu hanya selama sekitar 5 menit. Tetapi hal tersebut terasa sangat lama bagiku dan adikku. Kami mulai ketakutan karena ayah tidak kunjung menjemput kita. Akhirnya, kita berdua menangis di situ.
Tiba-tiba, datang 2 orang laki-laki beretnis India berkulit agak gelap. Kami berdua merasa janggal namun sedikit lega karena akhirnya ada orang di sini sehingga tidak lagi terasa sepi. Namun, tak lama kemudian, kedua orang tersebut mulai mendekati kita dan mengajak kita bicara dengan bahasa Inggris. Mereka bertanya apakah kita ingin diantar ke bawah untuk mencari orangtua kita. Aku yang sangat panik dan takut saat itu, langsung mengiyakan ajakan mereka. Aku menggandeng adikku dan mulai megikuti mereka dalam keadaan menangis menuruni tangga exit. Namun, tiba-tiba salah satu dari lelaki tersebut menggandeng tanganku. Tetapi aku tetap mengikuti mereka. Saat kita sudah setengah jalan, ayahku datang. Ayahku datang dari arah bawah dan ia langsung menarikku dan adikku. Saat itu juga, kedua lelaki itu terlihat ketakutan dan langsung melepas genggamannya lalu berlari pergi. Aku dan adikku masih ketakutan sehingga tidak dapat mencerna hal yang sedang terjadi. Kemudian, ayahku mulai menjelaskan semuanya, ia berkata bahwa orang-orang tersebut bisa saja orang jahat mengingat banyak kasus yang sudah terjadi.
Aku bersyukur kepada Tuhan karena bisa bertemu kembali dengan ayahku saat itu. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya ayahku tidak melewati tangga itu. Aku dan adikku bisa saja menjadi korban kejahatan. Human trafficking, penjualan organ, kasus asusila, sudah banyak terjadi saat itu. Ternyata, tidak semua orang yang terlihat baik mempunyai maksud yang baik. Sekarang, aku harus berhati-hati dan lebih waspada dalam berhubungan dengan orang asing di sekitarku.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita harus selalu berhati-hati dan selalu bersikap waspada dalam keadaan apapun. Tidak perlu digubris seandainya ada orang asing yang menawarkan antaran, permen, atau hal-hal lainnya. Di dunia ini, tidak semua orang mempunyai maksud baik terhadap kita, masih banyak orang-orang yang dapat merugikan diri kita. Oleh karena itu, waspadalah dan berhati-hatilah berhubungan dengan orang yang belum kita kenal sebelumnya.
 


Menyontek
Oleh Ryan 9C

            Menyontek merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan dipandang buruk oleh orang. Menyontek adalah perbuatan menyalin atau mengikuti hasil karya orang lain. Menyontek dapat membawa banyak sekali kerugian, seperti menanggung rasa malu yang ditimbulkan dan mendapatkan hukuman yang berat.
            Hal ini terjadi saat aku duduk di bangku SD kelas 3. Pada saat itu, guruku mengadakan ulangan IPA. Aku sudah belajar untuk ulangan ini dan sudah mempersiapkannya dengan baik. Saat ulangan itu dibagikan, aku langsung mengerjakannya dengan cepat. Akan tetapi, aku tidak tahu bahwa ada satu soal yang tidak bisa kukerjakan, padahal aku sudah mempersiapkannya dengan baik. Akhirnya, aku memutuskan untuk menyontek.
            Pada jam 9:00, guruku, Ms. Susi datang dan menyuruh kelasku untuk berdoa selagi guruku memberikan kertas ulangan. Setelah ulangan itu dibagikan, aku pun langsung mengerjakannya dengan cepat. Setelah lima menit, aku sudah selesai mengerjakan ulangan tersebut, tetapi terdapat satu soal yang tidak bisa kujawab. Setelah selesai menjawab, aku langsung mengganti halaman ke soal yang tidak bisa kujawab itu. Aku pun berpikir dengan keras, tetapi aku tidak bisa menemukan jawaban untuk soal tersebut. Tiba-tiba, aku menemukan sebuah cara untuk menemukan jawaban itu, yaitu dengan menyontek.
            Aku pun mulai mengambil buku pelajaranku keluar dan mulai membuka halaman yang berhubungan dengan topik tersebut. Akan tetapi, saat aku sudah ingin menyalin jawaban tersebut, guruku tiba-tiba mendatangiku dan menyuruhku ke ruang guru bersama dia untuk membahas soal ini. Aku di ruang guru selama sesi itu berakhir dan aku disuruh untuk melanjutkan pelajaran sampai pulang sekolah. Setelah pulang sekolah, aku dan orangtuaku dipanggil ke ruang guru untuk membahas soal ini. Aku hanya bisa terdiam sampai orangtuaku dan guruku, Ms. Susi selesai bicara.
            Setelah selesai berbicara dengan Ms. Susi, kami pun pulang. Di perjalanan pulang, orangtuaku menanyakanku mengapa aku menyontek. Akan tetapi, aku cuma bisa menangis dan menjawab dengan terbata-bata. Sesampainya di rumah, aku ditanyai lagi oleh orangtuaku dan akhirnya aku bisa menjawabnya. Setelah menjawab, aku berpikir bahwa aku akan dipukul, tetapi orangtuaku hanya menegur dan menasihatiku.
            Aku menyesal atas perbuatanku hanya karena aku ingin mendapatkan nilai seratus. Walaupun akhirnya aku disuruh melakukan ulangan tersebut lagi, aku tetap menyesal terhadap kelakuanku. Jika aku tidak menyontek dari buku, orangtuaku pasti tidak akan dipanggil. Aku juga merasa bersalah dan merasa malu saat orangtuaku dipangggil untuk membahas masalah ini. Jika orangtuaku sangat kesal kepadaku, mereka mungkin akan menghukumku.
           
Peristiwa ini mengajarkanku untuk menanggung semua resiko dan kewajiban yang aku lakukan. Saya juga tidak akan menyontek lagi karena aku sudah tahu apa akibatnya dan itu bukan suatu hal yang terpuji. Selain itu, karena kejadian ini aku dimarahi oleh orang tua aku dan membuat aku sangat malu. Oleh karena itu, aku tidak akan mengulangi perbuatan itu dan mulai belajar dengan lebih serius lagi.


Kecerobohan Awal  Sebuah Kehilangan
Oleh Samantha 9C

Pernahkah kalian melakukan sesuatu yang sangat ceroboh dan membuat kalian ingin memutar balik waktu? Pasti kalian akan merasa sangat bersalah dan sangat takut. Kecerobohoan kita itu dapat membuat kita tidak bertanggung jawab dengan hal-hal yang harusnya kita jaga baik-baik, seperti barang kepunyaan kalian. Apalagi kalau barang tersebut bukan punya kita, pasti akan merasa lebih bersalah lagi.

Kejadian yang membuatku sadar untuk selalu bertanggung jawab dengan barang-barang pribadi terjadi pada saat aku berumur 10 tahun di sebuah mall. Pada waktu itu, kamera digital yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang kecil sehingga efisien untuk dibawa kemana-mana, menjadi sebuah alat elektronik yang nge-hits. Saya merasa senang sekali saat mengetahui bahwa mamaku membeli salah satu kamera digital yang sedang trending. Saya seringkali menggunakan kamera itu untuk mengambil foto pada momen-momen tertentu.

Saat itu, saya sedang liburan kenaikan kelas. Saya dan keluarga saya berencana untuk pergi liburan. Seperti pada liburan-liburan sebelumnya, keluarga saya selalu berlibur ke Bali karena kita sangat suka dengan Bali dan lingkungannya. Kita pergi berlibur ke Bali selama 5 hari. Kita menghabiskan waktu liburan kita di Bali dengan jalan-jalan keliling Bali, bermain di pantai, main di kolam renang, pergi melakukan water sport, dan lain-lain.
Pada suatu hari, saya dan keluarga saya berencana untuk pergi ke mall di Bali. Pada pagi harinya, kita menghabiskan waktu di hotel, bersantai-santai. Lalu pada siang hari, kita pergi ke mall untuk jalan-jalan. Saat sedang dalam perjalanan menuju mall, mama saya menemukan kamera digital nya yang tidak sengaja terbawa di dalam tasnya. Saya mengambil kamera yang disarungi oleh sebuah tas kecil dengan pengait dan saya gantung di celana saya karena saya ingin mengambil foto-foto saat jalan-jalan.
Selama di mall, saya mengambil berbagai foto dengan kamera digital saya. Sebelum pulang, saya pergi ke toilet dan saat di dalam toilet, saya melepaskan kaitan kamera dan saya taruh kamera di sebuah rak yang disediakan untuk menaruh barang. Setelah dari toilet, saya dan keluarga saya pergi ke lobby untuk naik taksi pulang ke hotel. Saat sedang menunggu, tiba-tiba saya teringat bahwa kamera saya tertinggal di toilet mall. Saya pun lari ke toilet tersebut dan sayangnya, kamera saya yang tertinggal sudah hilang. Saya bertanya-tanya kepada staff yang bertugas di toilet tersebut tetapi mereka mengatakan bahwa mereka tidak menemukan kamera saya.

Saya sangat menyesal dengan keteledoran dan kecerobohan saya sehingga saya menghilangkan kamera tersebut. Akan tetapi, saya bersyukur karena barang yang saya hilangkan hanya sebuah kamera yang mengandung foto-foto dan bukan sebuah handphone yang mengandung berbagai hal tentang kehidupan pribadi saya. Saya tidak bisa membayangkan jika handphone saya hilang. Kehidupan saya dapat berada dalam bahaya karena orang yang mengambil handphone saya akan mengetahui tentang kehidupan pribadi saya.

Dari pengalaman kehilangan kamera in, kita dapat belajar untuk lebih bertanggung jawab  dengan barang-barang pribadi. Apalagi kalau barang tersebut bukan milik kita. Kecerobohon kita dapat merugikan orang lain yang berada di sekitar kita. Oleh karena itu, kita harus lebih bertanggung jawab dengan barang-barang kita dan menjadi lebih disiplin dalam menjaga barang-barang milik kita berapa pun nilainya.