Menyimpulkan Unsur Intrinsik
dan Ekstrinsik dari Dua Cerpen yang Dibaca
Oleh Irene Devina Putri 9A
1.
Savonete oleh Warih Wisatsana
A.
Unsur Intrinsik
a.1 Tema: savonette pembawa
keberuntungan
a.2 Latar:
a.2.1 Waktu
·
Malam hari: Suara bujukan itu selalu datang berulang
justru ketika aku menunggu kereta hendak pulang ke rumah... Tak jauh dari
tempatku makan, ada kios kecil, bertuliskan “terima service arloji”. Segera
kudatangi, rupanya hampir tutup... Wajah lelaki itu, membayang samar di bawah
lampu yang lebih terfokus pada tangannya, tengah menggenggam sebuah jam.
·
Sore hari: Astaga, kupandangi jam dinding besar di
koridor stasiun, pukul enam lebih lima belas menit. Kemudian kuperiksa kembali
jam saku milikku dan ternyata masih menunjukkan pukul empat.
·
Malam hari: Begitu kesal dan marahnya, kuputuskan malam
ini juga menemui si tua tukang reparasi arloji... Ruang remang, hanya ada lampu
kecil yang menyorot tangannya, kosong tanpa sesuatu.
a.2.2 Tempat
·
Kios kecil service arloji : Tak jauh dari tempatku makan,
ada kios kecil, bertulis “terima service arloji”. Segera kudatangi, rupanya
hampir tutup.
·
Stasiun kereta: -Suara bujukan itu selalu datang berulang
justru ketika aku menunggu kereta
hendak pulang. Astaga, kupandangi jam dinding besar di koridor stasiun, pukul
enam lebih lima belas menit.
·
Perusahaan: Kawan-kawanku di kantor pun mengaku
keheranan. Kata mereka, aku kini lebih riang dan terbuka, bukan lagi seperti
tugu batu, penyendiri. Relasiku bertambah dan capaian kerjaku melampaui target.
a.2.3 Suasana
·
Mengembirakan : Sesungguhnya kuyakin kesuksesanku bukan
karena keajaiban atau tuah peruntungan dari savonette itu. Prestasiku kian
gemilang, hari-hariku riang.
·
Menegangkan : Begitu kesal dan marahnya, kuputuskan malam
ini juga menemui si tua tukang reparasi arloji. Ingin kuluapkan seluruh
emosiku.
·
Mengharukan : Selalu berakhir pada peristiwa yang sama,
Ayah direnggut sakit, tak ada sanak keluarga yang sudi menjenguk hingga
kematiannya tiba. Kata Ibu, umurku waktu itu baru dua tahun. Tidak menangis,
hanya berdiam saja sewaktu orang-orang menghantar ayah ke kuburan. Masih kata
Ibu, tak ada kakak, adk, atau keluarga dari Ayah atau Ibu yang turut
mengiringi. Terdorong rasa haru pada Ibu, kuputuskan memperbaiki savonette itu.
a.3 Sudut pandang : orang pertama
Sebagaimana kebanyakan cerita tentang benda antik, tak
sengaja aku temukan jam saku tua savonette. Ketika penutupnya kubuka, engselnya
hendak lepas.
a.4
Penokohan
a.4.1 Tukang perbaikan jam antik
(penggambaran tokoh)
Juga seorang lelaki renta, mungkin mendekati 80-an
tahun. Wajah lelaki itu membayang samar di bawah lampu yang terfokus pada
tangannya, tengah menggenggam sebuah jam.
(sabar, lembut)
Darahku tersirap naik, seketika kurenggut pakwa
savonette dari tangannya. Si tua itu seperti mencoba menahan, wajah kami begitu
dekat. Aku tertegun, matanya seperti kosong tanpa cahaya. Sempat terlintas di
dalam pikiranku, apakah ia buta.. “Sabar nak, coba lihat sekali lagi jarum
jamnya” Nadanya kini lebih lembut.
a.4.2 Perempuan yang menaksir tokoh Aku
(penggambaran tokoh)
Matanya yang hening tenang mengingatkan pada
tatapan Ibu yang memandangku berulang sebelum tidur. Rambutnya memang berbeda,
Ibuku lurus, ia ikal begelombang. Tapi, sama-sama sebahu dan selalu ada scarf
tembus pandang yang membayangi leher jenjangnya.
a.4.3 Tokoh Aku (emosional, pemarah)
Begitu kesal dan marahnya,
kuputuskan malam ini juga menemui si tua tukang reparasi arloji. Ingin
kuluapkan seluruh emosiku. ... Darahku tersirap naik, seketika kurenggut paksa
savonette dari tangannya.
(riang, terbuka, pandai
berkomunikasi)
Kawan-kawan di kantor pun mengaku
keheranan. Kata mereka, aku kini lebih riang dan terbuka, bukan lagi seperti
tugu batu, penyendiri. Relasiku bertambah dan capaian kerjaku melampaui
target.
Kemana-mana, setiap berjumpa klien,
mereka memuji komunikasiku yang optimistis, semangat, serta inspiratif.
a.5 Alur
: alur maju
Alasan:
karena peristiwanya terjadi secara runtut, mulai dari tokoh Aku yang menemukan
jamnya dan dia menjadi sukses, sampai savonette itu rusak lagi dan
menyelamatkan nyawanya dari kecelakaan kereta.
a.6 Amanat
·
Kesuksesan bukanlah karena keajaiban, tapi kesuksesan
adalah buah dari hasil kerja keras dan restu.
·
Benda warisan atau peninggalan dari leluhur haruslah kita
jaga dan rawat dengan baik.
B. Unsur Ekstrinsik
b.1Nilai agama: -
bukti
tekstual: -
b.2 Nilai moral: Kesuksesan diperoleh dari kerja keras
dan restu.
bukti tekstual: Sesungguhnya
kuyakin kesuksesanku bukan karena keajaiban atau tuah peruntungan dari
savonette itu. Itu buah kerja keras, dan tentu restu Ibu.
b.3 Nilai sosial: Janganlah lupa untuk mengucapkan
terimakasih kepada orang yang sudah membantu kita.
bukti tekstual: Sungguh aku
harus berterima kasih kepada pak tua. Ketiga jarumnya kini seiring sejalan
memastikan waktu, tak pernah lambat atau lebih cepat sekalipun.
b.4 Nilai budaya: Adanya pemberian warisan dari leluhur
pada keturunannya.
bukti tekstual: Dirundung
tanya, pikiranku terbawa ke mana-mana. Bagaimana kisahnya hingga jam itu ada di
lemari kami? Seingatku, Ibu tidak sekalipun pernah bercerita tentang jam saku
ini. Apakah milik ayah? Warisan dari kakek atau leluhur?
2.
Upacara Hoe oleh Guntur Alam
A.
Unsur Intrinsik
a.1 Tema: Upacara kematian
a.2 Latar:
a.2.1 Waktu
·
Malam hari: Papa meninggal kemarin malam, pukul dua belas
setelah berjuang melawan kanker usus yang dia derita.
·
Saat kelas tiga SMP: A Feng seakan baru saja mendengar
satgu dari sepuluh perintah Tuhan yang diceritakan Joshua saat mereka SMP dulu.
·
Saat upacara kematian Papa: Upacara kematian Papa akan
memasuki puncaknya. Meja persembahan sepanjang dua meter sudah dipenuhi
hidangan. Di bagian depan meja, kepala babi telah tersedia, pun dengan kepada
kambing di meja berikutnya.
a.2.2 Tempat
·
Kamar mandi: Meningat Joshua membuat A Feng ditarik ke
dalam ruang kamar mandi yang gelap, sempit, basah, dan dia yang didera rasa
takut serta kedinginan.
·
Ruang tengah: Ruang tengah tempat peti mati Papa
diletakkan sudah bersih dari sofa, lemari, dan perabotan rumah tangga lainnya.
Asap hio meliuk-liuk mengiringi doa-doa yang dipanjatkan. Isak tangis dan
ratapan terus memenuhi ruangan.
·
Kamar: A Feng tergesa pergi, keluar dari pintu kamar,
meninggalkan Mei Lan yang nyaris saja jatuh ke lantai kamar. Di depannya, Gina
hanya diam dan membuang mua ke arah jendela.
a.2.3 suasana
·
Asap hio meliuk-liuk, mengiringi doa-doa yang dipanjatkan.
Isak tangis dan ratapan terus memenuhi ruangan. Mata A Feng memerah. Dari dulu
ia benci dengan ratapan di dekat peti mati, baginya kematian adalah awal sebuah
kehidupan baru. (mengharukan)
·
“Anak gila kau! Anak gila!” Papa berteriak seperti kesetanan,
lalu lecutan ikat pinggang mendarat ke punggungnya yang putih tanpa baju. Dia
tersungkur di lantai. Meringis. Menahan rasa sakit. (menegangkan)
·
Entahlah, Mei Lan masih saja didera cemas dan ketakutan.
Dia merasa keputusan yang telah mereka ambil sangatlah buruk. Bayangan karma
feng shui buruk menghantui pikiranya. Juga ratapan Papa dari alam akhirat.
(cemas dan ketakutan)
a.3 Sudut pandang : Sudut pandang campuran
“Aku menunda kepergian ke Belanda bersama
Joshua untuk memenuhi keinginan Papa. Kurasa pengorbananku lebih banyak
darimu,” A Feng membuang wajah. Dari dulu, antara dia dan Gina memang jarang
akur.
a.4 Penokohan
a.4.1 Papa (tegas, keras)
“Anak gila kau! Anak gila!” Papa berteriak
seperti kesetanan, lalu lecutan ikat pinggang mendarat ke punggungnya yang
putih tanpa baju. Dia tersungkur di lantai. Meringis. Menahan rasa sakit.
a.4.2 A Feng (suka membantah, keras kepala)
“Pokoknya, sebagai anak laki-laki Papa, kamu
yang akan membawa hoe di depan peti mati.”
“Suruh Gino. Dia anak laki-laki Papa.” A Feng
tergesa pergi, keluar dari pintu kamar, meninggalkan Mei Lan yang nyaris saja
terjatuh ke lantai kamar.
a.4.3 Gina (cuek, tomboy)
“Baguslah,” Gina menyahut cepat. “Cutiku juga
sebentar. Aku harus kembali ke Jakarta.” Mei Lan menghela napas mendengar
ucapan Gina. Anak bungsu Papa yang tomboy itu seakan tak peduli. “Pekerjaanku
sangat banyak,” tambahnya, tanpa dosa.
a.4.4 Mama (tegar)
Mama berusaha tersenyum. “Hanya saja Mama
minta satu hal, sama seperti keinginan Papa yang tak sempat dia utarakan pada
kalian,” Mama menelan ludahnya. “Kalian harus saling menjaga dan tetap
berkumpul layaknya keluarga Tionghua lainnya di mana pun kalian berada.
Keluarga adalah nomor satu.”
Gina memegang foto dan hoe. Beberapa kerabat
menatap Mama, tetapi Mama seakan tak melihat tatapan mereka.
a.5 Alur
: Alur campuran
alasan: karena awal cerita
mengisahkan kematian Papa di masa sekarang, kemudian mundur (flashback) ke masa SMP dimana A Feng dihajar
Papa dan berakhir pada upacara kematian Papa.
a.6 Amanat
·
Setiap orang berhak memilih pilihan hidup masing-masing.
·
Kebersamaan dan keutuhan keluarga adalah nomor satu.
B. Unsur Ekstrinsik
b.1 Nilai agama: Jika
manusia dengan sesama jenis kelamin menjalin hubungan khusus/ menikah, maka itu
adalah dosa di hadapan Tuhan.
bukti tekstual: Gina sudah
punya pacar. Namanya Riska. Teman kantornya. Gina pernah menceritakan semuanya.
Dia bahagia. Aku bahagia dengan pilihan hidupku. Hanya itu. Tak ada yang lain.
Urusan dosa, karma dan lainnya itu urusan kami dengan Tuhan.
b.2 Nilai moral: Setiap orang berhak memilih pilihan
hidupnya masing-masing.
bukti tekstual: Setiap orang
punya pilihan dlaam hidupnya. Mama yakin Papa setuju dengan keputusan kita.
b.3 Nilai sosial: Kerabat datang melayat di upacara
kematian keluarganya.
bukti tekstual: Gina memegang
foto dan hoe. Beberapa kerabat menatap Mama, tapi Mama seaka tak melihat
tatapan mereka.
b.4 Nilai budaya: Budaya
Tionghua mengajarkan kita untuk menghormati dan berbakti kepada orangtua agar
tidak menimpakan karma buruk di kehidupan kita, maupun di alam akhirat.
Bukti tekstual: Ini bukan
ceramah, tetapi ini tentang budaya kita sebagai orang Tionghua. Kita diwajibkan
untuk menghormati dan berbakti kepada orangtua. Dan kau tahu apa artinya itu?
Artinya kita harus membuat Papa tenang dan senang. Jangan menimpakan karma
buruk dalam hidupmu, dalam keluarga kita, dalam perjalanan Papa ke alam
akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar