Senin, 05 Desember 2016

Buku Kumpulan Cerpen Kompas : Savonete oleh Warih Wisatsana dan Upacara Hoe oleh Guntur Alam



Menyimpulkan Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dari Dua Cerpen yang Dibaca
Oleh Irene Devina Putri 9A

1.      Savonete oleh Warih Wisatsana
A.    Unsur Intrinsik
a.1 Tema: savonette pembawa keberuntungan
a.2 Latar:
      a.2.1 Waktu
·         Malam hari: Suara bujukan itu selalu datang berulang justru ketika aku menunggu kereta hendak pulang ke rumah... Tak jauh dari tempatku makan, ada kios kecil, bertuliskan “terima service arloji”. Segera kudatangi, rupanya hampir tutup... Wajah lelaki itu, membayang samar di bawah lampu yang lebih terfokus pada tangannya, tengah menggenggam sebuah jam.
·         Sore hari: Astaga, kupandangi jam dinding besar di koridor stasiun, pukul enam lebih lima belas menit. Kemudian kuperiksa kembali jam saku milikku dan ternyata masih menunjukkan pukul empat.
·         Malam hari: Begitu kesal dan marahnya, kuputuskan malam ini juga menemui si tua tukang reparasi arloji... Ruang remang, hanya ada lampu kecil yang menyorot tangannya, kosong tanpa sesuatu.  
     
a.2.2 Tempat
·         Kios kecil service arloji : Tak jauh dari tempatku makan, ada kios kecil, bertulis “terima service arloji”. Segera kudatangi, rupanya hampir tutup.
·         Stasiun kereta: -Suara bujukan itu selalu datang berulang justru ketika aku      menunggu kereta hendak pulang. Astaga, kupandangi jam dinding besar di koridor stasiun, pukul enam lebih lima belas menit.
·         Perusahaan: Kawan-kawanku di kantor pun mengaku keheranan. Kata mereka, aku kini lebih riang dan terbuka, bukan lagi seperti tugu batu, penyendiri. Relasiku bertambah dan capaian kerjaku melampaui target.
a.2.3 Suasana
·      Mengembirakan : Sesungguhnya kuyakin kesuksesanku bukan karena keajaiban atau tuah peruntungan dari savonette itu. Prestasiku kian gemilang, hari-hariku riang.
·      Menegangkan : Begitu kesal dan marahnya, kuputuskan malam ini juga menemui si tua tukang reparasi arloji. Ingin kuluapkan seluruh emosiku.
·      Mengharukan : Selalu berakhir pada peristiwa yang sama, Ayah direnggut sakit, tak ada sanak keluarga yang sudi menjenguk hingga kematiannya tiba. Kata Ibu, umurku waktu itu baru dua tahun. Tidak menangis, hanya berdiam saja sewaktu orang-orang menghantar ayah ke kuburan. Masih kata Ibu, tak ada kakak, adk, atau keluarga dari Ayah atau Ibu yang turut mengiringi. Terdorong rasa haru pada Ibu, kuputuskan memperbaiki savonette itu.
               a.3 Sudut pandang : orang pertama
               Sebagaimana kebanyakan cerita tentang benda antik, tak sengaja aku temukan jam saku tua savonette. Ketika penutupnya kubuka, engselnya hendak lepas.  
                   a.4 Penokohan
                        a.4.1 Tukang perbaikan jam antik (penggambaran tokoh)
                   Juga seorang lelaki renta, mungkin mendekati 80-an tahun. Wajah lelaki itu membayang samar di bawah lampu yang terfokus pada tangannya, tengah menggenggam sebuah jam.
                   (sabar, lembut)
                   Darahku tersirap naik, seketika kurenggut pakwa savonette dari tangannya. Si tua itu seperti mencoba menahan, wajah kami begitu dekat. Aku tertegun, matanya seperti kosong tanpa cahaya. Sempat terlintas di dalam pikiranku, apakah ia buta.. “Sabar nak, coba lihat sekali lagi jarum jamnya” Nadanya kini lebih lembut.
                  
                        a.4.2 Perempuan yang menaksir tokoh Aku (penggambaran tokoh)
                   Matanya yang hening tenang mengingatkan pada tatapan Ibu yang memandangku berulang sebelum tidur. Rambutnya memang berbeda, Ibuku lurus, ia ikal begelombang. Tapi, sama-sama sebahu dan selalu ada scarf  tembus pandang yang membayangi leher jenjangnya.
                        a.4.3 Tokoh Aku (emosional, pemarah)
            Begitu kesal dan marahnya, kuputuskan malam ini juga menemui si tua tukang reparasi arloji. Ingin kuluapkan seluruh emosiku. ... Darahku tersirap naik, seketika kurenggut paksa savonette dari tangannya.
            (riang, terbuka, pandai berkomunikasi)
            Kawan-kawan di kantor pun mengaku keheranan. Kata mereka, aku kini lebih riang dan terbuka, bukan lagi seperti tugu batu, penyendiri. Relasiku bertambah dan capaian kerjaku melampaui target. 
            Kemana-mana, setiap berjumpa klien, mereka memuji komunikasiku yang optimistis, semangat, serta inspiratif.

                   a.5 Alur : alur maju
                         Alasan: karena peristiwanya terjadi secara runtut, mulai dari tokoh Aku yang menemukan jamnya dan dia menjadi sukses, sampai savonette itu rusak lagi dan menyelamatkan nyawanya dari kecelakaan kereta.  
a.6 Amanat
·         Kesuksesan bukanlah karena keajaiban, tapi kesuksesan adalah buah dari hasil kerja keras dan restu.
·         Benda warisan atau peninggalan dari leluhur haruslah kita jaga dan rawat dengan baik.

B.     Unsur Ekstrinsik
b.1Nilai agama: -
      bukti tekstual: -

b.2 Nilai moral: Kesuksesan diperoleh dari kerja keras dan restu.
bukti tekstual: Sesungguhnya kuyakin kesuksesanku bukan karena keajaiban atau tuah peruntungan dari savonette itu. Itu buah kerja keras, dan tentu restu Ibu.

b.3 Nilai sosial: Janganlah lupa untuk mengucapkan terimakasih kepada orang yang sudah membantu kita.
bukti tekstual: Sungguh aku harus berterima kasih kepada pak tua. Ketiga jarumnya kini seiring sejalan memastikan waktu, tak pernah lambat atau lebih cepat sekalipun.

b.4 Nilai budaya: Adanya pemberian warisan dari leluhur pada keturunannya.
bukti tekstual: Dirundung tanya, pikiranku terbawa ke mana-mana. Bagaimana kisahnya hingga jam itu ada di lemari kami? Seingatku, Ibu tidak sekalipun pernah bercerita tentang jam saku ini. Apakah milik ayah? Warisan dari kakek atau leluhur?










2.      Upacara Hoe oleh Guntur Alam
A.    Unsur Intrinsik
a.1 Tema: Upacara  kematian
a.2 Latar:
      a.2.1 Waktu
·         Malam hari: Papa meninggal kemarin malam, pukul dua belas setelah berjuang melawan kanker usus yang dia derita.
·         Saat kelas tiga SMP: A Feng seakan baru saja mendengar satgu dari sepuluh perintah Tuhan yang diceritakan Joshua saat mereka SMP dulu.
·         Saat upacara kematian Papa: Upacara kematian Papa akan memasuki puncaknya. Meja persembahan sepanjang dua meter sudah dipenuhi hidangan. Di bagian depan meja, kepala babi telah tersedia, pun dengan kepada kambing di meja berikutnya.
      a.2.2 Tempat
·         Kamar mandi: Meningat Joshua membuat A Feng ditarik ke dalam ruang kamar mandi yang gelap, sempit, basah, dan dia yang didera rasa takut serta kedinginan.
·         Ruang tengah: Ruang tengah tempat peti mati Papa diletakkan sudah bersih dari sofa, lemari, dan perabotan rumah tangga lainnya. Asap hio meliuk-liuk mengiringi doa-doa yang dipanjatkan. Isak tangis dan ratapan terus memenuhi ruangan.
·         Kamar: A Feng tergesa pergi, keluar dari pintu kamar, meninggalkan Mei Lan yang nyaris saja jatuh ke lantai kamar. Di depannya, Gina hanya diam dan membuang mua ke arah jendela.
      a.2.3 suasana
·         Asap hio meliuk-liuk, mengiringi doa-doa yang dipanjatkan. Isak tangis dan ratapan terus memenuhi ruangan. Mata A Feng memerah. Dari dulu ia benci dengan ratapan di dekat peti mati, baginya kematian adalah awal sebuah kehidupan baru. (mengharukan)
·         “Anak gila kau! Anak gila!” Papa berteriak seperti kesetanan, lalu lecutan ikat pinggang mendarat ke punggungnya yang putih tanpa baju. Dia tersungkur di lantai. Meringis. Menahan rasa sakit. (menegangkan)
·         Entahlah, Mei Lan masih saja didera cemas dan ketakutan. Dia merasa keputusan yang telah mereka ambil sangatlah buruk. Bayangan karma feng shui buruk menghantui pikiranya. Juga ratapan Papa dari alam akhirat. (cemas dan ketakutan)
               a.3 Sudut pandang : Sudut pandang campuran
     “Aku menunda kepergian ke Belanda bersama Joshua untuk memenuhi keinginan Papa. Kurasa pengorbananku lebih banyak darimu,” A Feng membuang wajah. Dari dulu, antara dia dan Gina memang jarang akur.

a.4 Penokohan
                        a.4.1 Papa (tegas, keras)
                        “Anak gila kau! Anak gila!” Papa berteriak seperti kesetanan, lalu lecutan ikat pinggang mendarat ke punggungnya yang putih tanpa baju. Dia tersungkur di lantai. Meringis. Menahan rasa sakit.
                        a.4.2 A Feng (suka membantah, keras kepala)
                        “Pokoknya, sebagai anak laki-laki Papa, kamu yang akan membawa hoe di depan peti mati.”
                        “Suruh Gino. Dia anak laki-laki Papa.” A Feng tergesa pergi, keluar dari pintu kamar, meninggalkan Mei Lan yang nyaris saja terjatuh ke lantai kamar.                 
                        a.4.3 Gina (cuek, tomboy)
                        “Baguslah,” Gina menyahut cepat. “Cutiku juga sebentar. Aku harus kembali ke Jakarta.” Mei Lan menghela napas mendengar ucapan Gina. Anak bungsu Papa yang tomboy itu seakan tak peduli. “Pekerjaanku sangat banyak,” tambahnya, tanpa dosa.
                        a.4.4 Mama (tegar)
                        Mama berusaha tersenyum. “Hanya saja Mama minta satu hal, sama seperti keinginan Papa yang tak sempat dia utarakan pada kalian,” Mama menelan ludahnya. “Kalian harus saling menjaga dan tetap berkumpul layaknya keluarga Tionghua lainnya di mana pun kalian berada. Keluarga adalah nomor satu.”
                        Gina memegang foto dan hoe. Beberapa kerabat menatap Mama, tetapi Mama seakan tak melihat tatapan mereka.
                   a.5 Alur : Alur campuran
alasan: karena awal cerita mengisahkan kematian Papa di masa sekarang, kemudian mundur (flashback) ke masa SMP dimana A Feng dihajar Papa dan berakhir pada upacara kematian Papa.
                   a.6 Amanat
·         Setiap orang berhak memilih pilihan hidup masing-masing.
·         Kebersamaan dan keutuhan keluarga adalah nomor satu.







B.     Unsur Ekstrinsik

b.1 Nilai agama: Jika manusia dengan sesama jenis kelamin menjalin hubungan khusus/ menikah, maka itu adalah dosa di hadapan Tuhan.
bukti tekstual: Gina sudah punya pacar. Namanya Riska. Teman kantornya. Gina pernah menceritakan semuanya. Dia bahagia. Aku bahagia dengan pilihan hidupku. Hanya itu. Tak ada yang lain. Urusan dosa, karma dan lainnya itu urusan kami dengan Tuhan.


b.2 Nilai moral: Setiap orang berhak memilih pilihan hidupnya masing-masing.  
bukti tekstual: Setiap orang punya pilihan dlaam hidupnya. Mama yakin Papa setuju dengan keputusan kita.

b.3 Nilai sosial: Kerabat datang melayat di upacara kematian keluarganya.
bukti tekstual: Gina memegang foto dan hoe. Beberapa kerabat menatap Mama, tapi Mama seaka tak melihat tatapan mereka.
b.4 Nilai budaya: Budaya Tionghua mengajarkan kita untuk menghormati dan berbakti kepada orangtua agar tidak menimpakan karma buruk di kehidupan kita, maupun di alam akhirat.
Bukti tekstual: Ini bukan ceramah, tetapi ini tentang budaya kita sebagai orang Tionghua. Kita diwajibkan untuk menghormati dan berbakti kepada orangtua. Dan kau tahu apa artinya itu? Artinya kita harus membuat Papa tenang dan senang. Jangan menimpakan karma buruk dalam hidupmu, dalam keluarga kita, dalam perjalanan Papa ke alam akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar