Senin, 05 Desember 2016

Buku Kumpulan Cerpen Kompas : Sebatang Lengkeng yang Bercerita karya Miranda Seftiana dan Savonette karya Warih Wisatsana



Menyimpulkan Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dari Dua Cerpen yang Dibaca
Oleh : Michelle Lee 9A

1) Sebatang Lengkeng yang Bercerita karya Miranda Seftiana
  A. Unsur Intrinsik
A.1 ) Tema : Cinta membutuhkan perjuangan
A.2 ) Latar 
   a.2.1 Waktu : 1. Di waktu senja
                Bukti tekstual : Di senja yang perlahan membias langit dengan  semburat tembaga itu kusaksikan kalian berbincang dengan bahagia.
              2. Di malam hari
                Bukti tekstual : Tirai langit malam belumlah terbuka dengan  sempurna saat dua manusia itu mulai menuruni anak tangga menuju titian ulin di sebuah batang.
              3. Di waktu subuh
                Bukti tekstual : Tepat ketika cahaya sang raja siang mulai menelusup di balik rimbun dedaunan, Lok Lua bergeliat nyaring.
   a.2.2 Tempat : 1. Di atas jembatan kayu ulin
                 Bukti tekstual : Siluet Landung yang menggenggam tanganmu tampak begitu indah terpantul di atas jembatan kayu ulin itu Rajab.
               2. Permukiman di tepi aliran Sungai Amandit
                 Bukti tekstual : Mendadak permukiman di tepi aliran Sungai Amandit itu gempar.
               3. Di ayunan yang bergantung pada dahan pohon
                 Bukti tekstual : Begitulah yang sering dikatakan oleh Rajab kepadaku setiap ia duduk di ayunan ban bekas yang bergantung pada dahanku.
   a.2.3 Suasana : 1. Suasana mengharukan
                 Bukti tekstual : Tidakkah lelaki paruh baya bertubuh tambun itu dapat memahami perasaan yang dimiliki Rajab? Sebab perasaan itu sama dengan yang dimiliki oleh tiga kakak perempuannya. Aku iba. Tak sadar beberapa daunku berguguran ke sungai bersama air mata manusia perpaduan yang terus mengangis.
                2. Suasana marah
                  Bukti tekstual : Mungkin agar tak didengar Abah yang masih berteriak memarahinya dari atas tangga rumah panggung gajah baliku berusia puluhan tahun itu. “Rajab, ikam lain binian, jangan manangis! Ini pang marga rancak main dakuan jadi minda kadada tagahnya. Balalu kaya bancir haja!” Abah mengumpat anak lelaki satu-satunya itu lalu berjalan memasuki rumah dengan wajah merah padam.
                3. Suasana pilu dan sedih
                  Bukti tekstual : Hanya gadang pisang dan umbut kelapa serta kawah yang tersisa di halaman. Juga tangis Umbui di beranda rumah panggung gajah baliku. Seperti tangisku tadi saat melepas Rajab pergi bersama Landung. “Itai-ku hilang dibawa pergi orang... Aluh... Ke mana kau, Nak?” Umbui berujar lirih menatap aliran Sungai Amandit dari beranda rumah panggung.
A.3 ) Sudut Pandang : Orang pertama
     Bukti tekstual : Lalu kini kau akan meninggalkanku dan pergi bersama lelaki itu? Aku bukan cemburu Rajab. Karena kutahu kau akan lebih bahagia bersamanya, takkan lagi diperbincangkan di warung sedari pagi hingga malam, bahkan tiada lagi yang akan memarahimu seperti Abah. Tetapi, aku tak ingin sendiri, Rajab. Pohon di sini tidak ada yang senasib denganku seperti dirimu. Mereka telah berbuah bahkan beranak. Sekarang aku yang terisak, Rajab...
A.4 ) Penokohan
    a.4.1 Rajab : manusia perpaduan yang cantik
        Bukti tekstual : Manusia perpaduan itu mengangguk dengan seulas ceruk bulan sabit di wajahnya. Sekilas ia memang lebih pantas disebut galuh dengan rupa yang begitu cantik. Berpadu manis dengan kulit sewarna kulit langsat.
    a.4.2 Abah : pemarah dan egois
        Bukti tekstual : “Rajab, ikam lain binian, jangan manangis! Ini pang marga rancak main dakuan jadi minda kadada tagahnya. Balalu kaya bancir haja!” Abah mengumpat anak lelaki satu-satunya itu lalu berjalan memasuki rumah dengan wajah merah padam.
    a.4.3 Umbui : tidak memaksakan kehendak dan penyayang
        Bukti tekstual : “Itai-ku hilang dibawa pergi orang... Aluh... Ke mana kau, Nak?” Umbui berujar lirih menatap aliran Sungai Amandit dari beranda rumah panggung. Berkali-kali ia menyebut kata Aluh, sebuah panggilan yang sejak dulu diminta oleh Rajab.
A.5 ) Alur : Alur Maju
    Alasan : Dimulai dari Rajab yang sering bercerita kepada sebatang lengkeng tentang Abahnya yang memaksanya untuk menikahi wanita lain sampai dengan Rajab yang kabur bersama dengan kekasihnya.
A.6 ) Amanat (2): 1. Kita harus menerima diri kita seutuhnya seperti apa yang Tuhan sudah ciptakan dari awal hidup kita.
               2. Kita tidak akan terus selalu berada bersama orang yang kita cintai karena cinta tidak dapat dipaksakan. Terkadang jika orang yang kita cintai berbahagia dengan orang lain, kita harus merelakannya untuk hidup bersama dengan orang itu walaupun kita bisa tersakiti.
  B. Unsur Ekstrinsik
B.1 ) Nilai Agama : Kita tidak boleh mencintai orang yang sesama jenis dengan kita
    Bukti tekstual : Pantas saja Landung, lelaki Dayak dari Loksado itu, jatuh hati kepadanya. Sayang, Tuhan mana pun takkan pernah merestui cinta keduanya. Sebab itu sebuah kenistaan yang nyata.
B.2 ) Nilai Moral : Kita tidak boleh mengubah raga kita karena Tuhan telah menciptakan kita untuk hanya memiliki satu jenis kelamin saja.
    Bukti tekstual : Saat itulah biasanya ia akan bercerita banyak tentang kehidupan sebagai manusia perpaduan. Makhluk yang sering dicibir, juga diperbincangkan saat menyantap pisang goreng bersama secangkir kopi hitam pahit.
B.3 ) Nilai Sosial : Tidak ada
B.4 ) Nilai Budaya : Walaupun kita tidak ingin dikawinkan dengan seseorang, kita tetap tidak boleh kabur dari rumah bersama dengan orang yang kita cintai.
    Bukti tekstual : Mendadak permukiman di tepi aliran Sungai Amadit itu gempar. Pengantin yang hendak dikawinkan raib tak berjejak.
   
2) Savonette karya Warih Wisatsana
  A. Unsur Intrinsik
A.1 ) Tema : Jam saku tua pembawa keberuntungan
A.2 ) Latar 
   a.2.1 Waktu : 1. Di waktu petang
                Bukti tekstual : Sebelum itu, pukul lima sore, aku ada janji dengan calon klien yang sudah deal, sepakat membeli produk perusahaan kami. Sekadar singgah lima belas menit saja, menyerahkan surat kontrak resmi yang sekalian nanti ditandatangani.
              2. Di sore hari
                Bukti tekstual : Kuperhatikan sekali lagi jam di dinding, ya pukul enam lebih dua puluh menit kini.
              3. Di malam hari
                Bukti tekstual : Begitu kesal dan marahnya, kuputuskan malam ini juga menemui si tua tukang reparasi arloji.
   a.2.2 Tempat : 1. Di kios kecil tempat reparasi arloji
                 Bukti tekstual : Tak jauh dari tempatku makan, ada kios kecil, bertuliskan “terima service arloji”. Segera kudatangi, rupanya sudah hampir tutup. Ada lemari kaca antik berisi aneka jam, bermacam-macam jam.
               2. Di kafe dekat taman tepi kota
                 Bukti tekstual : Tapi esok petang, kami sepakat akan berjumpa berdua saja di kafe dekat taman tepi kota, di mana sebuah pohon kamboja besar meneduhi berandanya.
               3. Di stasiun kereta
                 Bukti tekstual : Ketika tiba di stasiun, sempat kulihat kereta baru saja berlalu. Setengah tak percaya dan menduga-duga, aku merasa itulah kereta yang seharusnya kunaiki. Astaga, kupandangi jam dinding besar di koridor stasiun, pukul enam lebih lima belas menit.
   a.2.3 Suasana : 1. Suasana bingung
                 Bukti tekstual :  Kemudian kuperiksa kembali jam saku milikku dan ternyata masih menunjukkan pukul empat. Nanar, aku bertanya kepada orang-orang. Mereka serba tergesa dan menjawab sekenahnya, tak acuh pada kebingunganku.
                2. Suasana panik
                  Bukti tekstual : Lalu mataku beralih, kuperhatikan sungguh-sungguh savonette ini, Astaga! Ternyata masih seperti tadi, tak beranjak dari pukul empat. Masih tak percaya, kupicingkan mata. Aduh, celaka! Jarum jamnya kini malah bersilangan persis seperti saat kutemukan.
                3. Suasana marah
                  Bukti tekstual : “Benarkah? Gara-gara jam ini, gara-gara jarum jam yang berkhianat ini, saya kehilangan seorang klien, saya kehilangan seorang calon istri yang baik!” Meluap sudah marahku.
A.3 ) Sudut Pandang : Orang pertama
    Bukti tekstual : Suara bujukan itu selalu datang berulang justru ketika aku menunggu kereta hendak pulang ke rumah. Suara-suara itu berbaur hiruk-pikuk dan lalu-lalang orang. Berulang datang, berulang membuatku semakin pening. Akibatnya, belakangan ini, seringkali aku tak sadar bahwa stasiun tujuanku sudah terlewat. Apakah aku tertidur? Mungkin saja, atau seluruh perhatianku terhanyut, terbawa simpang pilihan itu. Demikian juga hari ini, pikiranku nanar, turun di stasiun berikutnya.
A.4 ) Penokohan
    a.4.1 Ibu : Penyayang dan pandai merawat barang
        Bukti tekstual : Namun, wajah ibu membayangi pikiranku, membuatku ragu-ragu mengambil keputusan. Ibu memang gemati, penuh cinta merawat benda-benda lama; dari kendi peninggalan nenek hingga sabuk kulit yang katanya dibeli Ayah sewaktu janji bertemu Ibu kali pertama.
    a.4.2 Aku : Riang dan terbuka
         Bukti tekstual : Seluruh hariku kini digenangi kenangan pada Ibu. Di rumah tua tempat lahirku ini, aku tak lagi merasa sendiri. Kawan-kawanku di kantor pun mengaku keheranan. Kata mereka, aku kini lebih riang dan terbuka, bukan lagi seperti tugu batu, penyendiri.
    a.4.3 Kakek tua tukang reparasi arloji : Pintar / Licik
         Bukti tekstual : Sewaktu aku pamit dan melangkah perlahan, kudengar suara si tua. Aku berhenti, ingin tahu apa yang dikatakannya tentang savonette itu. Mungkinkah diperbaiki? Atau jangan-jangan akan dia ganti mesinnya tanpa seizinku. Yang kutangkap hanyalah kalimat singkat ini, “Ini peruntungan, kau tahu bukan, jam ini sudah lama kutunggu.”
A.5 ) Alur : Alur Maju
    Alasan : Dimulai dari ditemukannya savonette tua yang kemudian diperbaiki di toko reparasi arloji yang akhirnya membawa keberuntungan sampai dengan savonette tersebut rusak kembali dan mengakibatkan banyak kecelakaan.
A.6 ) Amanat : 1. Keajaiban atau keberuntungan yang didapat dari sebuah barang bukan merupakan faktor utama untuk mencapai kesuksesan melainkan kerja keras.
              2. Kita harus menjaga barang leluhur kita dengan baik karena bisa saja barang tersebut merupakan barang yang sangat berharga.
  B. Unsur Ekstrinsik
B.1 ) Nilai Agama : Tidak ada
B.2 ) Nilai Moral : Kita harus hormat kepada orangtua
    Bukti Tekstual : Menahan jengkel, “ Bagaimana ini, Bapak. Jarum jam savonette saya kumat lagi seperti dulu. Apakah sewaktu diperbaiki, kurang kencang menyetelnya?” tukasku ketus.
B.3) Nilai Sosial : Ketika orang lain telah membantu kita, maka kita harus   mengucapkan terima kasih kepadanya.
    Bukti Tekstual : Sungguh aku harus berterima kasih kepada pak tua itu. Ketiga jarumnya kini seiring sejalan memastikan waktu, tak pernah lambat atau lebih cepat sekalipun.
B.4 ) Nilai Budaya : Warisan dari leluhur harus diberikan kepada keturunan.
    Bukti tekstual : Bagaimana kisahnya hingga jam itu ada di lemari kami? Seingatku, Ibu tidak sekalipun pernah bercerita tentang jam saku ini. Apakah milik Ayah? Warisan dari kakek atau leluhur?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar