Senin, 18 Januari 2016

Makna dan Pesan di Dalam Gurindam 12 Pasal Kesebelas



Gurindam Dua Belas merupakan salah satu puisi Melayu lama, hasil karya Raja Ali Haji seorang sastrawan dan Pahlawan Nasional dari Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau. Gurindam ini ditulis dan diselesaikan di Pulau Penyengat pada tanggal 23 Rajab 1264 Hijriyah atau 1847 Masehi pada saat Raja Ali Haji berusia 38 tahun. Karya ini terdiri dari 12 Fasal dan dikategorikan sebagai puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridai oleh Allah. Berikut ini adalah isi dari Gurindam 12 pasal 11 beserta makna, pesan dan tanggapan terhadap pesan gurindam :
Gurindam 12 pasal 11:
1.      “Hendaklah berjasa kepada yang sebangsa”
Himbauan kepada kita dapat berjasa bagi negara dan bangsa, optimalkan setiap kemampuan yang kita punya sehingga kita bisa mengharumkan nama bangsa
2.      “Hendaklah jadi kepala, buang perangai yang cela”
Seorang pemimpin (kepala) hendaklah memiliki rasa tanggung jawab dan menjauhi akhlak yang tercela.
3.      “Hendaklah memegang amanat, buanglah khianat”
Jagalah setiap kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lain
4.      “Hendak marah dahulukan hajat”
“Barangsiapa yang menahan kemarahan, padahal dia sanggup untuk melepaskan kemarahan itu, maka Allah akan memenuhi hati orang itu berupa keamanan dan keimanan” (HR. Abu Daud)
5.      “Hendak dimulai jangan melalui”
Segala sesuatu perlu awal untuk dimulai
6.      “Hendak ramai, muliakan perangai”
Jika seseorang ingin mendapatkan sesuatu ataupun silaturrahimnya semakin dipermudah oleh Allah, maka salah satu jalannya adalah dengan memperbaiki perangai (tingkah laku/akhlak)
“Hendaklah berjasa kepada yang sebangsa”, gurindam ini mengajak agar kita dapat berjasa bagi negara dan bangsa, optimalkan setiap kemampuan yang kita punya sehingga kita bisa mengharumkan nama bangsa. Dari gurindam ini, kita diingatkan kembali untuk berjasa kepada negara sendiri dan bukan kepada negara asing dengan menggunakan potensi atau kemampuan yang telah kita miliki. Tentu saja berjasa terhadap negara sendiri penting, apalagi mempunyai suatu keinginan untuk membangun bangsa sendiri menjadi yang lebih baik. Banyak mahasiswa berbondong-bondong untuk memasuki perkuliahan, namun semua hal yang mereka pelajari, apakah itu untuk membangun bangsa menjadi negara yang maju? Atau melainkan untuk kepentingan diri sendiri? Hal ini dapat dimulai dari hal yang terkecil, seperti menggunakan produk dalam negeri, mulai dari makanan, makeup, pakaian dan masih banyak lagi untuk meningkatkan kualitas produksi. Serta dibanding kita menyibukkan diri untuk mencari produk luar negeri yang susah didapat, mengapa kita tidak menyiptakan produk sendiri yang dapat menjadi suatu kebanggan bagi negara dan diri sendiri?
Salah satu gurindam 12 pasal 11 baitnya yang ke-2 berbunyi demikian, “Hendaklah jadi kepala, buang perangai yang cela”, mengartikan bahwa seorang pemimpin (kepala) hendaklah memiliki rasa tanggung jawab dan menjauhi akhlak yang tercela. Menjadi pemimpin memang sulit, bahkan menjadi pemimpin dalam suatu kelompok kecil yang mungkin terlihat gampang, karena seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar dan seorang pemimpinlah yang seharusnya menjadikan contoh bagi anggota-anggota dalam kelompoknya untuk memiliki akhlak yang baik. Sebagai contoh, kita sebagai rakyat biasa, mungkin memandang Presiden Jokowi sebagai seorang yang kita kagumi karena ia menjadi pemimpin yang menunjukan kepedulian terhadap rakyatnya. Namun, apakah pernah terlintas jika seorang presiden dikabarkan telah melakukan tindakan tercela seperti membunuh seseorang? Apakah ia akan tetap diakui sebagai pemimpin yang diagungkan rakyat? Tentu tidak. Maka dari itu, jadilah seorang pemimpin  yang dapat meminimalisir tindakan-tindakan tercela seperti memprovokasi menuju hal yang merugikan banyak orang, tidak menghargai pendapat, maupun tidak melakukan tanggung jawabnya.
Menurut HR. Abu Daud, “Hendak marah dahulukan hajat” memiliki suatu makna yaitu barangsiapa yang menahan kemarahan, padahal dia sanggup untuk melepaskan kemarahan itu, maka Allah akan memenuhi hati orang itu berupa keamanan dan keimanan.  Dari gurindam ini, kita diingatkan untuk menahan amarah kita karena Allah akan berkenan untuk memberikan berkat-Nya kepada kita yang dapat menahan diri. Marah memang bukan suatu tindakan yang salah, tetapi tidak semua kemarahan itu harus dikeluarkan. Ada kalanya kita harus menahan kemarahan tersebut agar tidak memperparah keadaan. Mengapa demikian? Karena dalam keadaan emosi, pikiran kita tidak dapat terkontrol dan tidak dapat berpikir secara jernih sehingga kebanyakan orang akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Sebagai contoh, ketika kita mendengar dari seorang teman, bahwa seseorang telah memfitnah kita. Lalu, kita memilih untuk marah kepada orang yang telah memfitnah kita sehingga terjadi perselisihan antara kita dengan dia. Padahal hal itu hanyalah kesalahpahaman. Kita bisa saja memilih untuk tidak marah dan mendengarkan penjelasan yang sebenarnya sehingga tidak terjadi perselisihan, akan tetapi ketika kita memilih untuk marah, kita telah menimbulkan masalah yang lebih besar.
Gurindam “Hendak dimulai jangan melalui” mengatakan bahwa segala sesuatu perlu awal untuk dimulai. Hal ini mengingatkan kita untuk memulai segala sesuatu melalui suatu proses, yaitu dari tahap paling bawah sama halnya seperti membangun sebuah rumah. Jika kita ingin membangun rumah maka tahap awal yang harus dilakukan yaitu dengan membangun suatu pondasi yang akan menopang rumah tersebut, dan kita tidak dapat melompat langsung ke tahap finishing bukan? Serta bukankah hasil akhirnya akan lebih baik jika kita membangun menggunakan suatu pondasi dibanding tidak menggunakan pondasi? Dengan memulai dari tahap paling dasar lalu melangkah selangkah demi selangkah, maka kita akan menerima hasil yang dapat menimbulkan rasa puas dan bangga tersendiri. Hal ini dapat kita samakan dengan kehidupan sehari-hari, seperti dalam hal nilai, jabatan, prestasi, kekayaan, bahkan ketenaran. Banyak orang tidak ingin mengambil tahap dasar yang cenderung menyulitkan diri sendiri sehingga mereka memilih untuk  “melompat” dengan menggunakan banyak cara hingga keinginan mereka tercapai, seperti menyontek, mencuri, korupsi, dan masih banyak lagi yang merupakan tindakan tercela. Namun, tanpa mereka sadari, tindakan mereka telah merugikan lebih banyak orang lagi.
            

             Tentu saja semua orang ingin memiliki banyak teman bukan? Lalu apa yang harus dilakukan? Sebuah gurindam yang berbunyi “Hendak ramai, muliakan perangai” mengartikan jika seseorang ingin mendapatkan sesuatu ataupun silaturrahimnya semakin dipermudah oleh Allah, maka salah satu jalannya adalah dengan memperbaiki perangai (tingkah laku/akhlak). Gurindam ini mengajak kita untuk mulai memperbaiki perilaku atau tingkah laku kita jika kita ingin memiliki kemudahan dalam bersosialisasi. Maka dari itu, kita perlu memperbaiki tingkah laku kita mulai dari perkataan, perbuatan, serta pemikiran. Dengan berperilaku serupa dengan Allah, maka Allah akan berkenan untuk mempermudah kita dalam bersosialisasi. Sebagai contoh ketika kita memilih suatu barang, kita akan memilih yang terbaik dan bukan yang buruk. Hal ini sama saat memilih teman, kita cenderung memilih teman yang akan berdampak baik dalam hidup kita bukan? Maka, dengan berperilaku baik, otomatis mempermudah kita dalam bersosialisasi.
(Fiona Kristie / 12 IPA 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar