Harris
Effendi Thahar merupakan salah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia yang
cukup terkenal dengan beberapa buku karangan dan sajak yang ia buat. Ia lahir
di Tembilahan, Raiu, 4 Januari 1950. Banyak buku yang sudah dirilisnya seperti
buku kumpulan cerpen yang berjudul Si Padang, Anjing Bagus, Kado Istimewa, dan
lain sebagainya.
Cerpennya
yang berjudul Cincin Akik di Kamar Mandi yang telah dirilisnya pada tanggal 5
Juli 2015, mengisahkan tentang seorang pensiunan yang mengamati kehidupan
disekitar kampungnya. Dimana satu per satu orang yang dikenalnya mulai pergi
meninggalkan dunia yang fana ini, hingga akhirnya ia pun menyusul mereka semua
meninggalkan dunia akhirat. Hal ini dapat kita ketahui dari beberapa potong
kalimat yang menunjukkan bahwa penulis mengamati lingkungan disekitarnya :
Belum selesai jamaah berzikir sehabis shalat subuh, terdengar garin
masjid meraih mikrofon. Hati Wen sudah berdetak, ini pasti pemberitahuan bahwa
adawarga yang meninggal. Benar saja, Haji Jamal pensiunan Kantor Pajak,
meninggal dini hari tadi di Rumah Sakit Besar. Kabarnya, sebelum masuk Rumah
Sakit Besar seminggu sebelumnya, Haji Jamal terjatuh di kamar mandi sehabis
buang air besar.
Biasanya,
kalau Wen duluan datang ke masjid, ia mendatangi dan menyalami Wen. Gampang
menandainya, karena kebiasaan Haji Jamal memakai peci hitam bersulam benang
emas, seperti biasa dipakai engku-engku datuk di tanah Minang serta berbaju
koko berenda-renda. Hanya dia yang memakai peci seperti itu. Selain itu, Haji
Jamal selalu memakai parfum khas Arab tiap datang ke masjid.
Masjid
Almakmur sepertinya ditakdirkan untuk orang-orang pensiunan. Tidak banyak
memang, lebih kurang dua puluhan untuk jamaah harian laki-laki. Jamaah
perempuan lebih kurang sama karena sebagian besar ikut suami ke masjid. Oleh
karena itu, Wen hafal betul wajah-wajah jamaah harian masjid Almakmur.
Cerpen kedua yang
berjudul Anak Panah yang telah dirilisnya pada 18 september 2008 ini,
menceritakan bahwa putra Anisah yang bernama Agus sedang melanjutkan studi ke
Bandung, namun sudah lama sekali sang buah hati tidak mengirimkan pesan ataupun
memberi kabar ke tetangganya tentang keadaannya dan proses studinya di Bandung.
Sang ibu khawatir dan banyak tetangganya membicarakan Agus, khususnya Nyonya
Rakusni yang ingin menjodohkan anaknya putrinya dengan Agus. Oleh karena itu,
Anisah ingin mengunjungi Agus di Bandung. Sesampainya di Bandung, ia tidak
bertemu dengan Agus. Konon katanya Agus sudah menjadi penyair di Bandung
sehingga sangat sibuk. Ibu Agus pulang ke kampung dan mendapat surat dari sang
buah hati yang membuat ayah Agus meninggal dengan damai. Hal ini dapat kita
ketahui dari beberapa kalimat :
“Perasaan, sudah hampir tujuh tahun. Biasanya,
empat atau lima tahunan harus sudah lulus. Putri saya si Mira saja yang baru
tiga tahun, sudah mulai skripsi tuh,” tutur Nyonya Rakusni
Dari para mahasiswa pulang kampung itulah Anisah tahu bahwa Agus
di Bandung begitu sibuk dan menjadi orang penting.
“Baru-baru ini ia ikut sarasehan para penyair
muda di pedalaman Solo,” kata yang lain lagi. “Khabarnya dia dekat dengan
penyair Apridjal Malano.”
Di malam yang ketujuh, cukup sudah jantung Anisah
dirobek-robek rindu. Agus tak kunjung muncul. Ia ingin segera pulang esok
harinya. Malam itu ia ingin menulis surat untuk ditinggalkan agar dibaca Agus
kalau ia pulang ke sarangnya. Ia ingin menulis panjang-panjang, tentang banyak
hal, termasuk tentang Mira gadis bungsu Nyonya Rakusni yang menunggunya.
Melalui cuplikan kedua cerpen ini,
Harris ingin menyampaikan pesan moral yang berguna dan mudah untuk pembaca
mengerti. Pada cerpennya yang berjudul Cincin Akik di Kamar Mandi dapat dilihat
bahwa beliau ingin menyampaikan bahwa kita sebagai manusia tidak pernah tahu
kapan Tuhan memanggil kita. Berbeda sekali dengan cerita yang berjudul Anak
Panah yang ingin menyampaikan bahwa sebagai manusia kita harus bisa untuk
berjuang hidup secara mandiri walaupun orang tua memberikan segalanya.
Bahasa
yang digunakan oleh Harris sangatlah kental. Hampir seluruh cerpennya memiliki
bahasa yang cukup mudah untuk dipahami dan setiap kata yang digunakan memiliki
makna yang dalam. Cuplikan dari cerpen yang menandakan bahwa bahasa yang
digunaka Harris begitu kental yaitu, “Anakmu
bukanlah anakmu, ia hanya busur panah mesti kau lepaskan. Aku sudah lama bukan
kanak lagi, “ (Cerpen “Anak Panah”).
Keunikan
dari cerpen karya Harris Effendi Thahar yaitu beliau menuliskan cerpennya
dengan berdasarkan kehidupan masyarakat disekitarnya. Ia pun pandai membuat
karyanya menjadi menarik untuk dibaca, sehingga pembaca menjadi penasaran dan
ingin mengetahui lebih jauh mengenai karya-karyanya. Alur didalam cerpennya
cukup mudah dipahami, namun di salah satu cerpennya yang berjudul “Cincin Akik
di Kamar Mandi,” beliau menulis dengan alur campuran, sehingga pembaca cukup
sulit untuk memahami ceritanya.
Nilai-nilai dan penokohan yang
digunakan dalam cerpen “Anak Panah” dan “Cincin Akik di Kamar Mandi” dijabarkan
atau dijelaskan dengan terperinci, namun kekurangan dari cerpennya yaitu akhir
yang cukup susah untuk dimengerti oleh pembaca karena makna terlalu tersirat
didalam setiap cerpen Haris. Diakhir cerpennya pun selalu diakhiri dengan
adegan kematian seseorang. Seperti pada cerpennya yang berjudul “Cincin Akik di
Kamar Mandi” diceritakan apabila tokoh utama menginggal dunia. Dapat dilihat
dari cuplikan kalimat, “Setelah
menyampaikan pesan itu kepada istrinya, Wen tidak berkata-kata lagi hingga
dinyatakan meninggal seminggu setelah percakapan itu.” Di cerpen “Anak Panah”
juga diceritakan bahwa ayah dari tokoh utama meninggal, dapat dilihat dari
cuplikan kalimat, “yahnya
terdiam. Anisah bungkam dan air matanya menghujan. Gadis membaca doa dengan
hati teriris. Ayah Agus sudah pergi tanpa pesan apa-apa, seperti tidak terjadi
apa-apa, setelah jiwanya melesat bagai anak panah yang lepas dari busurnya.”
Alangkah
lebih baik, bila cerpen ini dibuat dengan memasukkan makna yang tersurat bukan
tersirat sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti apa yang ingin di
sampaikan penulis. Namun kedua cerpen ini sudah mencerminkan keindahan yang
luar biasa dan sangatlah dianjurkan untuk dibaca. (Kevin Gunawan 12 IPA 1 SMA Dian Harapan Daan Mogot)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar