Anggun Prameswari adalah
seorang penulis novel dan cerpen yang lahir di Surabaya, 3 Juni. Pada tahun
2013, Anggun telah menerbitkan novelnya berjudul After Rain. Sementara itu, cerpen-cerpen sudah
dihasilkanya dapat kita jumpai di banyak majalah dan koran nasional. Bahkan, salah
satu cerpen Anggun yang berjudul Wanita dan Semut-semut di Kepalanya, mendapatkan
penghargaan sebagai cerpen terbaik 2014.
Cerpen “Wanita dan
Semut-semut di Kepalanya” ini bercerita tentang seorang wanita yang mempunyai
pikiran yang sangat rumit, sehingga membawanya untuk selalu berpikir
negatif. Pada akhirnya, suaminya pun yang sudah 12 tahun bersamanya
meninggalkannya karena sudah lelah dengan pikiran-pikirannya itu. Awalnya
wanita ini bersikap seperti biasanya ; bekerja, pulang tepat waktu, membaca
novel di halamannya, dan bahkan belanja setiap hari minggu. Padahal sebelumnya
para tetangganya sudah bertaruh bahwa wanita ini akan kalap mencari suaminya
kemana-mana karena suaminya sudah meninggalkannya berbulan-bulan. Akhirnya
sampai di suatu titik, Ia menemukan surat cerai dari suaminya dan saat itu Ia
langsung teringat dengan sumpahan terakhir suaminya, “Otakmu yang rumit itu,
suatu hari akan habis dimakan semut-semut”. Sejak saat itu Ia menjadi takut
dengan semut-semut. Ia mulai melihat 1, 5, 10.. bahkan berjuta-juta semut
dirumahnya. Namun ini semua ternyata hanya ilusinya saja. Akhirnya wanita ini
pun meninggal karena rumahnya penuh bau obat yang mencekik dan jasadnya
ditemukan masih memegang surat perceraian suaminya.
Dari sinopsis cerpen
tersebut, bisa kita lihat bagaimana dampak buruk dari perceraian yang
digambarkan dengan sangat jelas oleh Anggun. Hal ini dapat kita lihat dari
latar belakang sosial yang terjadi di Indonesia. Jumlah perceraian di Indonesia
sangatlah tinggi, bahkan paling tinggi se-Asia Pasifik. Terlebih lagi, setiap
tahunnya jumlah perceraian di Indonesia terus meningkat.
Selain
itu kita juga dapat melihat dengan jelas bagaimana Anggun menceritakan cerpen
ini dengan alur yang sangat jelas. Ia menceritakan dengan runtut, satu demi
satu, bagaimana tokoh-tokoh ini bereaksi dalam setiap masalah-masalah yang
muncul. Mulai dari perkenalan penokohan dari peran utama, lalu mulai muncul
masalah, sampai bagaimana masalah meningkat dan dampaknya makin parah, dan
akhirnya berakhir dengan kematian peran utama. Dalam cerpen ini, kita juga bisa
melihat analogi yang digunakan oleh Anggun. Dari judul cerpen ini pun bisa kita
lihat analoginya yaitu semut-semut di kepala wanita yang adalah peran utama
cerpen ini. Semut adalah seekor binatang yang membuat gatal dan mengganggu.
Maka dari itu, semut yang ditulis sebagai judul ini berarti pikiran-pikiran
yang merumitkan si wanita. Karena pikirannya yang rumit, Ia menjadi terganggu
dengan pikirannya sendiri yang akhirnya menyebabkan sang wanita mengalami
gangguan jiwa. Hal ini bisa kita lihat dari pembicaraan sang pembantu dan si
wanita, yaitu di paragraf ke-4,
”Bu, kok,
pucat begitu?” dikumpulkannya nyali untuk bertanya.
”Bik,
bagaimana caranya membunuh semut?”
”Hah?”
”Kudengar
ada kapur ajaib yang bisa mengusir semut?”
Pembantu
itu makin bingung.
”Belikan
selusin. Ah jangan, dua lusin saja.”
”Banyak
betul. Buat apa?”
”Mengusir
semut, untuk apa lagi. Sebelum mereka makan habis otakku.”
Dari paragraf diatas, dapat kita lihat bahwa ini adalah
permulaan perubahan mental sang wanita.
Hampir mirip dengan cerpen
sebelumnya, cerpen lain dari Anggun yang berjudul Mata Seruni menceritakan
tentang permasalahan di dalam keluarga. Namun di cerita ini, Anggun lebih fokus
menceritakan tentang hubungan ayah dengan anak perempuannya. Marwan, tokoh
utama dalam cerpen ini adalah seorang mantan preman. Namun Ia sekarang sudah
meninggalkan kehidupan lamanya yang kelam dan memulai hidup seperti orang biasa.
Namun, kebiasaan memang sulit untuk hilang. Sifatnya yang galak pun masih
tertanam dalam dirinya. Anaknya Seruni pernah pulang malam setelah pergi
bersama seorang laki-laki. Malam itu Marwan marah besar dan sampai-sampai
mengurung Seruni sampai pagi di kamar mandi yang dingin dan gelap. Mulai dari
hari itu, Seruni pun mulai merasa sakit hati kepada Ayahnya. Ayahnya selalu
memperlihatkan sifat galak dan disiplin yang agak berlebihan. Seruni akhirnya
tidak mengharapkan kasih dari Ayahnya lagi. Ia malah mendapat perhatian dari
Jack, teman preman Ayahnya. Sebenarnya Marwan bersikap seperti ini karena dulu
saat ia masih menjadi preman bersama Jack, Ia pernah memerkosa seorang
perempuan yang akhirnya meninggal gantung diri beberapa hari kemudian. Maka
dari itu Ia menyesali perbuatan kejinya dan ingin melindungi Seruni yang sangat
cantik itu. Namun cerita ini berakhir dengan tambahnya penyesalan Marwan.
Ternyata kasih sayang yang diberikan Jack kepada Seruni adalah cinta sebagai
lelaki dan perempuan. Marwan menemukan Seruni dan Jack tidur bersama dan mata
Seruni terlihat puas telah membalas kebenciannya terhadap Ayahnya.
Seperti cerpen Anggun yang
berjudul Wanita dan Semut-semut Dikepalanya, cerpen “Mata Seruni” ini memiliki
nilai moral yang cukup menonjol. Kedua nilai moral terletak di akhir dari
cerita yaitu merupakan sebuah penyesalan. Pada cerita pertama, suami dari sang
istri menyesal setelah kematian istrinya. Ia menyesal mengapa Ia menceraikan
istrinya, dan bahkan mengapa Ia bertemu dengan istrinya dulu. Hal tersebut
dapat kita lihat dalam cuplikan di paragraf ke 36 yang berbunyi “Wajahnya pucat. Dalam hati ia mengumpat, andai waktu itu ia tak
mengirimkan surat gugatan cerai. Andai ia tak menyumpahinya. Andai ia tak lelah
mencintai wanita berpikiran rumit itu. Ah tidak, andai sejak awal ia tak jatuh
cinta kepadanya.”
Di cerpen
“Mata Seruni”, Ayah Seruni juga menyesal di bagian akhir yaitu saat Seruni
akhirnya tidur dengan teman Ayahnya dan terlihat puas membalaskan dendam pada
Ayahnya. Hal ini dapat kita lihat pada 3 paragraf terakhir yang berbunyi, “Marwan melintasi
ruangan. Jack sibuk mengalungkan selimut di tubuh Seruni. Tapi gadis itu tetap
duduk tegak. Tenang. Persis permukaan kolam, yang entah menyimpan apa di
kedalamannya. Tangan Marwan terkepal erat, menahan panas menggelegak di dada.
Ada yang
berdansa penuh kemenangan di balik kegelapan yang tak terjangkau bohlam-bohlam
terbaik buatan manusia. Mereka terus bersukacita di ruang-ruang gelap tak
tersentuh cahaya.
Termasuk hati
Marwan yang gelap.” Dari paragraf ini digambarkan bahwa betapa Marwan marah dan
menyesal karena Ia terlalu mengekang Seruni sehingga inilah balasan yang Ia
dapatkan.
Selain persamaan nilai moral, perbedaan cerpen “Mata Seruni” dan “Wanita
dan Semut-Semut di Kapalanya” terletak pada penokohannya. Dalam cerpen ini,
Anggun menggambarkan penokohan tokoh Marwan yang sangat jelas, sehingga pembaca
bisa benar-benar membayangkan tokoh seperti apa Marwan ini. Hal ini dapat kita
lihat dalam beberapa kalimat yang ada di dalam cerpen, seperti,
“Marwan tak henti melirik jam dinding. Detiknya
berirama. Jika didengarkan seksama, terdengar bersahutan dengan degup
jantungnya sendiri. Jam sepuluh lewat. Makin jarum panjangnya
bergeser, makin morat-marit batinnya. Selarut ini, Seruni belum pulang juga. Ke
mana dia? Sudah enam jam sejak ia pamit keluar sebentar, tanpa bilang hendak ke
mana.
Tak lagi sanggup Marwan menghitung batang rokok yang ia isap. Peduli apa umurnya memendek karena napas yang tersumpal asap. Gemuruh di batinnya perlu ditenangkan dari bayangan buruk berkelebatan silih berganti menghuni benaknya yang sempit.”
Tak lagi sanggup Marwan menghitung batang rokok yang ia isap. Peduli apa umurnya memendek karena napas yang tersumpal asap. Gemuruh di batinnya perlu ditenangkan dari bayangan buruk berkelebatan silih berganti menghuni benaknya yang sempit.”
“Mereka mengkeret
ngeri melihat bapak Seruni siap meledak seperti granat. Ah, semua orang tahu
bapak Seruni mantan jawara penguasa terminal pinggir kota. Siapa berani
melawannya?”
“Sekejap Marwan
tak bisa mengendalikan diri. Hampir saja ditampar pipi tirus Seruni cilik,
kalau tidak ditahan Jack.”
“”Aku lebih dari
sekadar menyayanginya,” Marwan membela diri. ”Aku melindunginya.””
“Istrinya pernah
bertanya, kenapa Marwan begitu keras pada anak mereka.”
Beberapa cuplikan
diatas menggambarkan dengan jelas bahwa Marwan adalah seorang tokoh Ayah yang
keras, disiplin, tidak sabaran, dan juga galak.
Cerpen-cerpen yang
dikarang oleh Anggun mengangkat tema yang sering kita temui dalam kehidupan di
masyarakat. Perceraian, masalah keluarga, dan relasi ayah-anak yang tidak baik.
Dalam cerpen-cerpennya ini Anggun menggambarkan lebih jelas tentang konsekuensi
yang dapat terjadi dari masalah yang masyarakat “biasa” perbuat. Ia memperdalam
cerita yang ironis yang bisa terjadi dibalik segala keputusan yang kita pilih.
Cerpen yang dibuat oleh Anggun bisa dikatakan merupakan tema yang cukup biasa,
namun Ia bisa mengagetkan pembaca dengan isi cerita yang tidak biasa, dan
dengan bahasanya yang lugas.
Carroline 12A1 SMA Dian Harapan Daan Mogot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar