Agus Noor merupakan salah satu seorang sastrawan
Indonesia yang lahir di Tegal, tahun 1968. Agus Noor merupakan penulis prosa,
cerpen, naskah lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron. Salah satu Prosa
Agus Noor yang berjudul “Pemburu” dinyatakan sebagai salah satu karya
terbaik majalah sastra Horison episode 1990-2000. Sejumlah kumpulan
cerpen: Bapak Presiden yang Terhormat (1999), Memorabilia (2000),
Selingkuh itu Indah (2002-2006), Tahun 1992, cerpennya yang
berjudul “Musuh” memperoleh penghargaan sastra Festival Kesenian
Yogyakarta. Tiga cerpennya yang lain, “Keluarga Bahagia”, “Dzikir Sebutir
Peluru”, “Tak Ada Mawar di Jalan Raya” memperoleh Anugerah Cerpen Indonesia
dari Dewan Kesenian Jakarta pada 1999. Agus Noor juga mengikuti Writing Program
Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) pada tahun 1998.
Salah
satu cerita pendek yang berjudul “Kupu-kupu seribu peluru” menjadi
salah satu cerpen pilihan kompas pada tahun 2005. Dalam cerpen ini, unsur
ekstrinsik yang paling menonjol adalah nilai agama dan latar belakang
masyarakatnya. Cerpen ini mempunyai kemiripan dengan cerita Yesus Kristus.
Berawal dari kisah seorang anak gadis kecil yang seperti peri yang usil yang
ditemukan di sebelah kandang kuda .Semenjak kedatangan gadis kecil ini, keadaan
di kota menjadi sangat tenang seakan-akan terbekati. Dan beberapa orang juga
mulai bercerita tentang mimpi mereka malam sebelumnya, mulai dari bermimpi
melihat gugusan bintang, dan ada juga yang bermimpi mengenai pijar api biru
yang meluncur menuju atap gereja, mereka mengangap bahwa mimpi mereka adalah
tanda-tanda kedatangan gadis kecil ini.
Setelah
gadis ini beranjak dewasa, banyak sekali lak-laki yang terpikat oleh
kecantikkannya. Karena itu, banyak sekali istri-istri yang khawatir dengan para
suaminya, sampai-sampai banyak orang yang tidak mau datang ke gereja jika gadis
ini berada di gereja, sampai suatu ketika gadis ini berkata pada pendeta bahwa lebih
baik jika ia tidak pergi ke gereja lagi dan gadis ini sudah mencongkel kedua
matanya karena ia tidak mau melihat dosa-dosa lagi dan ia akihirnya kembali ke
kandang kuda tempat ia ditemukan. Pada akhirnya gadis ini digelumuti dosa-dosa
dan sangat di takuti oleh warga kota sampai akhirnya ia harus di hukum mati
dengan menembakan beribu-ribu peluru, tetapi peluru itu malahan menjadi
kupu-kupu. Akhirnya kupu-kupu tersebut menghinggapi seluruh tubuhnya yang
terentang seperti salib dan mengangkatnya hingga seperti balon udara dan gadis ini
berkilauan dalam kemegahan sayap- sayapnya, kemudian gaib ditelan langit.
Dapat
dilihat cerpen ini sangat menonjolkan nilai agama, khususnya agama Kristen dan
Katholik mulai dari gadis ini ditemukan di sebelah kandang kuda, sedangkan
Yesus dilahirkan di kandang domba sampai gadis ini dihukum mati dengan
menembakkan beribu-ribu peluru dengan tangannya yang terentang,seperti salib,
sedangkan Yesus juga dihukum dengan disalibkan untuk menebus dosa-dosa manusia.
Cerpen
ciptaan Agus Noor ini juga gampang untuk dimengerti apalagi oleh remaja karena
alurnya jelas dan beliau juga menggunakan kata-kata yang sederhana, tetapi
dalam cerpen ini juga terdapat kata-kata yang sedikit kasar seperti “Terkutuklah perempuan itu! dia najis,
karena membiarkan puting susunya yang garing dihisap pengemis-pengemis kudis.
Dia iblis karena dengan lidahnya mau menjilati borok di sekitar selangkangan
pelacur yang terkena sipilis, .... dia sundal karena bersenggama denag ratusan
begundal”.
Menurut
salah seorang yang mengkirik cerpen ini dikatakan bahwa “Mengenai ide cerita dan topik bahasan yang ada dalam karya Agus Noor
juga merupakan keindahan tersendiri, walau kadang—secara pribadi—membuat saya
bergidik membacanya” dapat di buktikan di salah satu cuplikan kalimat dari
cerpen kupu-kupu seribu peluru, “Gadis itu telah mencongkel
kedua biji matanya dengan jari-jarinya sendiri karena tak mau lagi melihat
dosa. Darah yang masih basah terus merembes keluar dari liang matanya.”
Berbeda
dengan cerpen karangan Agus Noor lainnya yang berjudul “kopi dan cinta yang tak
pernah mati” yang menceritakan mengenai dendam seorang anak kepada seorang
laki-laki yang telah membunuh ayahnya yang adalah seorang pemilik kedai kopi
terenak di kota itu. Cerpen karangan
Agus Noor ini lebih menonjolkan kondisi politik, yaitu pada saat masa Reformasi
dimana banyak sekali orang-orang yang melakukan perlawanan dan menuntut
kemerdekaan. Karena itu, banyak sekali intelijen yang beraksi dan mencari tahu
siapa saja para pengkhianat-pengkhianat bagi Negara tersebut, salah satu
korbannya adalah pemilik kedai tersebut. Dengan meninggalnya sang ayah, tokoh
“Aku” masih sangat dendam dan menantang pembunuh tersebut untuk meminum
secangkir kopi yang ia buat. Namun, sang pembunuh tidak berani karena ia takut
jika ia minum kopi itu akan terjadi sesuatu kepada dirinya seperti saat ia
membunuh pemilik kedai kopi dengan cara memasukkan arsenik ke dalam kopi
pemilik kedai untuk diminum. Seperti judulnya juga, diceritakan bagaimana sang
anak yang terus mencari keadilan untuk ayahnya karena tokoh ”Aku” masih
menganggap bahwa ayahnya tidak bersalah.
Dari
kedua cerpen karangan Agus Noor ini, pengarang memiliki gaya penulisan yang
mirip, terutama di latar tempat. Kedua cerpen ini memiliki salah satu latar
tempat yang sama, yaitu kedai kopi, dapat dilihat pada cerpen “Kupu-Kupu Seribu Peluru”, “Kisah-kisah ajaib bermekaran,
membuat percakapan di kedai kopi yang biasanya berlangsung datar membosankan
menjadi lebih bergairah” dan juga pada cerpen “Kopi dan Cinta yang tak
pernah mati”, “Orang bisa sepanjang hari
duduk di kedai kopi untuk berkumpul, berbual atau menyendiri, mempercakapkan
hal-hal rahasia, kasak-kusuk perlawanan…”
Dengan
berlatar tempat di kedai kopi, menjadikan cerpen ini menonjolkan kondisi
sosial, dimana semua warga akan berkumpul bersama untuk hanya sekedar mengobrol
ataupun saling bercerita. Sangat jauh berbeda dengan kondisi sosial pada masa
sekarang, walaupun kita sudah pergi ke tempat makan ataupun kafe, maupun itu
dengan keluarga atau teman, pasti kebanyakan lebih mementingkan gadget daripada rasa kebersamaan yang
jarang sekali dimiliki untuk sekedar berkumpul.
Banyak
sekali cerpen karangan Agus Noor yang lain, tetapi dengan membaca kedua cerpen
karangan Agus Noor ini, Ia dapat menciptakan suatu karangan yang sangat indah,
mulai dari alurnya yang sangat jelas dan runtun, nilai-nilai yang baik sampai
pesan moral yang mengajarkan tentang kondisi sosial pada masyarakat zaman
sekarang.(Shelly Marceline 12 IPA 1 SMA Dian Harapan Daan Mogot)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar