Minggu, 13 September 2015

Pesan Moral Di Balik Sebuah Cerpen



Pernikahan sangatlah sensitif bagi beberapa orang, terlebih dipandang tabu jika ditulis dalam cerita pendek. Namun, penulis Adi Wicaksono berani menulis cerita pendek dengan tema yang tidak klise dan jarang dibahas ini secara gamblang dalam karyanya. Cerpen "Pulang" yang merupakan karya perdananya dimuat di Kompas, 5 Juli 2015. 
Cerpen "Pulang" berkisah tentang seorang anak putra sulung yang sudah menjadi tulang punggung keluarga, namun belum menikah sampai-sampai ibunya memohon-mohon karena umurnya yang sudah relatif tua. Padahal, adik tokoh 'aku' yang dikenal sebagai perempuan yang sulit mendapatkan jodoh pun akhirnya menikah duluan daripada kakaknya, dengan seorang pria yang sangat mapan melebihi 'aku'. Adik ipar 'aku' ini juga sudah dapat lebih dahulu memenuhi kebutuhan ekonomi ibu dan adiknya, padahal seharusnya 'aku' mesti melakukannya dahulu selaku tulang punggung keluarga. Akhirnya, tokoh 'aku' pun menikah dengan seorang perempuan yang tidak terlalu dikenalnya, dan tanpa pikir panjang. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip adiknya yang benar-benar serius memilih pasangan hidup dan membangun pernikahan.
Bagi Adi Wicaksono, ia menulis cerita pendeknya dengan plot yang lembut, karena akhir ceritanya berupa "bisikan" yang tidak mengejutkan pembaca karena sudah dapat diduga dari awal. Namun, karena plotnya lembut, penceritaannya menjadi sedikit monoton dengan kalimat-kalimat yang sedikit bermuluk-muluk, sehingga pembaca sangat mungkin bosan. Plot dalam cerpen "Pulang" memang berkesan tidak selesai (gantung) dengan akhir terbuka, sehingga mendukung pembaca untuk mengembangkan jalan dan akhir cerita. Penokohan oleh Adi Wicaksono ini ditulis dengan sangat jelas, melalui penyebutan langsung, seperti cuplikan paragraf "Ia bilang ia tidak mau sembrono memilih suami." yang menunjukkan watak kritis, gambaran fisik tokoh, misalnya "Tubuhnya kering seperti kulit kayu. Matanya redup. Redup dan tua.", perilaku dan pemikiran tokoh "Ibu tak bertanya lagi ihwal niatku untuk menikah." yang menunjukkan karakter yang sensitif dan pengertian, lalu bagian paragraf"Ia bilang aku sok bijak, padahal dengan sikap itu aku justru tampak menyedihkan, naif, konyol, dan sebagainya dan sebagainya." menunjukkan penokohan melalui tata bahasa, lingkungan kehidupan tokoh, yang dibuktikan dalam kalimat "Aku hanya sanggup mengontrak rumah petak yang tak lekang dari nyamuk dan banjir di daerah Condet.", dan pembicaraan tokoh lain.
Adi Wicaksono menyinggung tema "tabu" mengenai pernikahan tua, sedangkan penulis Antoni Ck juga berani menggarap tema yang sama, namun kali ini mengenai pernikahan yang diambang kehancuran. Cerpen yang diterbitkan pada surat kabar Kompas, 28 Februari 2010 ini berjudul Kenangan Perkawinan yang menggiring pembaca dengan setiap kalimatnya yang "liar" dan alur yang lain dari yang lain.
Dalam cerpen "Kenangan Perkawinan", pengarang menceritakan kisahnya dari 2 sudut pandang 'aku'. Pada awalnya, 'aku', sang suami, bercerita mengenai rumah tangganya yang sudah diambang kehancuran. 'Aku' sering mabok-mabokkan karena stres, lalu kepahitannya sejak kecil karena ayahnya yang benci padanya karena ibunya meninggal saat melahirkannya pun muncul kembali ke permukaan. Walaupun 'aku' masih mencintai istrinya, namun ia sanggup saling membunuh dengan istrinya sekarang. Salah satu sebab ketidakharmonisan pernikahan mereka adalah sang istri tidak memperbolehkan suaminya menyentuhnya, padahal ia hanya sedang melindungi kandungannya supaya tidak keguguran lagi. Tokoh 'aku' yang di bagian akhir adalah anak tokoh 'aku' pertama yang sudah keguguran. Ia bercerita mengenai ayahnya yang sebenarnya sudah meninggal karena ditabrak mobil, seraya menceritakan kisah pernikahannya barusan.
Dari alur cerita dan penyusunan kata-katanya, penulis Antoni Ck mempunyai kekuatan, karena khas teknik menulisnya yang unik karena terdapat 2 tokoh 'aku', namun dengan koneksitas yang membuat pembaca berpikir. Cerpennya juga berakhir dengan tidak terduga. Dalam "Kenangan Perkawinan", banyak sekali sindiran, sarkasme, dan interaksi kepada pembaca.  Seperti dalam paragraf 3, "Tatapan matanya seperti gagak yang lapar setiap memandangku. Dan, tentu kau tahu bagaimana reaksi ayahku ketika aku mengutarakan cita-citaku untuk jadi dokter? Ah, tidak sesadis itu, kau terlalu berlebihan kawan." sebenarnya memang benar-benar menyeramkan, namun diselimuti dengan sarkasme. Dalam cuplikan itu pun dapat terlihat interaksi yang dituliskan penulis kepada pembacanya. Penulis sering berinteraksi dengan pembacanya dengan bertanya, seperti"Aku jadi ingin menangis. Boleh, kan, laki-laki menangis? Kau pernah menangis?" di paragraf 6. Cuplikan "Tentu itu bukan salah penyanyi dangdut yang goyangannya mampu menimbulkan gempa bumi dan merobohkan rumah tangga yang konstruksinya memang rapuh. Seperti yang melanda perkawinan kami." dalam paragraf 5, tersirat sarkasme mengenai nyanyian penyanyi dangdut yang sangat keras suaranya, lalu 'aku' yang menyindir pernikahannya.
Kedua cerpen bertema pernikahan ini mengandung pesan moral dan nilai yang berbeda-beda. Adi Wicaksono penulis cerpen "Pulang" menyampaikan terlalu banyak pesan moral sehingga menurut saya, sedikit rancu bagi pembaca. Pembaca menjadi tidak tahu inti pesan moral yang ingin diberikan. Dalam cerpen "Kenangan Perkawinan", moral sudah jelas. "Kenangan Perkawinan" memberikan pelajaran kepada setiap pasangan suami istri supaya ada keterbukaan dan tidak pernah memendam apapun yang seharusnya diutarakan. Kita pun tidak akan menyadari betapa cintanya kita kepada pasangan kita sebelum berpisah dengannya. "Kenangan Perkawinan" juga menyindir mengenai permasalahan gizi buruk yang ditulis Antoni sebagai permasalahan yang memalukan. 
Melalui kajian dan analisis cerpen, kita sebagai pembaca memiliki interpretasi masing-masing yang membentuk suatu kritik sastra. Secara keseluruhan, kedua cerpen ini masing-masing sangat unik dan memiliki kelebihan dan kekurangan. Setiap penulis mempunyai tekniknya sendiri dalam menyampaikan pesan moralnya terutama dengan meramu alur dan tata bahasa sesuai ciri khas mereka sendiri. Cerpen "Pulang" dengan alur yang terkesan bertele-tele dan membosankan tetap berhasil menyampaikan makna. Banyaknya dialog antartokoh menandakan banyaknya penggunaan penokohan sebagai unsur intrinsik dalam penyampaian gagasan penulis. Di lain sisi, Antoni Ck menyampaikan pesannya melalui alur yang mengagetkan dan blak-blakan. Para penulis sangat berani dalam mengangkat tema yang jarang dibahas dalam masyarakat,  apalagi untuk karya perdana, sehingga terciptalah karya-karya yang layak dibaca khalayak umum dan dicermati lebih dalam. (Nadia Luvena 12 IPA 1 SMA Dian Harapan Daan Mogot)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar