Pernikahan sangatlah
sensitif bagi beberapa orang, terlebih dipandang tabu jika ditulis dalam cerita
pendek. Namun, penulis Adi Wicaksono berani menulis cerita pendek dengan tema
yang tidak klise dan jarang dibahas ini secara gamblang dalam karyanya. Cerpen
"Pulang" yang merupakan karya perdananya dimuat di Kompas, 5 Juli
2015.
Cerpen
"Pulang" berkisah tentang seorang anak putra sulung yang sudah
menjadi tulang punggung keluarga, namun belum menikah sampai-sampai ibunya
memohon-mohon karena umurnya yang sudah relatif tua. Padahal, adik tokoh 'aku'
yang dikenal sebagai perempuan yang sulit mendapatkan jodoh pun akhirnya
menikah duluan daripada kakaknya, dengan seorang pria yang sangat mapan
melebihi 'aku'. Adik ipar 'aku' ini juga sudah dapat lebih dahulu memenuhi
kebutuhan ekonomi ibu dan adiknya, padahal seharusnya 'aku' mesti melakukannya
dahulu selaku tulang punggung keluarga. Akhirnya, tokoh 'aku' pun menikah
dengan seorang perempuan yang tidak terlalu dikenalnya, dan tanpa pikir
panjang. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip adiknya yang benar-benar
serius memilih pasangan hidup dan membangun pernikahan.
Bagi Adi Wicaksono, ia
menulis cerita pendeknya dengan plot yang lembut, karena akhir ceritanya berupa
"bisikan" yang tidak mengejutkan pembaca karena sudah dapat diduga
dari awal. Namun, karena plotnya lembut, penceritaannya menjadi sedikit monoton
dengan kalimat-kalimat yang sedikit bermuluk-muluk, sehingga pembaca sangat
mungkin bosan. Plot dalam cerpen "Pulang" memang berkesan tidak
selesai (gantung) dengan akhir terbuka, sehingga mendukung pembaca untuk
mengembangkan jalan dan akhir cerita. Penokohan oleh Adi Wicaksono ini ditulis
dengan sangat jelas, melalui penyebutan langsung, seperti cuplikan paragraf "Ia
bilang ia tidak mau sembrono memilih suami." yang menunjukkan
watak kritis, gambaran fisik tokoh, misalnya "Tubuhnya kering
seperti kulit kayu. Matanya redup. Redup dan tua.", perilaku dan
pemikiran tokoh "Ibu tak bertanya lagi ihwal niatku untuk
menikah." yang menunjukkan karakter yang sensitif dan pengertian,
lalu bagian paragraf"Ia bilang aku sok bijak, padahal dengan sikap itu
aku justru tampak menyedihkan, naif, konyol, dan sebagainya dan
sebagainya." menunjukkan penokohan melalui tata bahasa, lingkungan
kehidupan tokoh, yang dibuktikan dalam kalimat "Aku hanya sanggup
mengontrak rumah petak yang tak lekang dari nyamuk dan banjir di daerah
Condet.", dan pembicaraan tokoh lain.
Adi Wicaksono
menyinggung tema "tabu" mengenai pernikahan tua, sedangkan penulis
Antoni Ck juga berani menggarap tema yang sama, namun kali ini mengenai
pernikahan yang diambang kehancuran. Cerpen yang diterbitkan pada surat kabar
Kompas, 28 Februari 2010 ini berjudul Kenangan Perkawinan yang menggiring
pembaca dengan setiap kalimatnya yang "liar" dan alur yang lain dari
yang lain.
Dalam cerpen
"Kenangan Perkawinan", pengarang menceritakan kisahnya dari 2 sudut
pandang 'aku'. Pada awalnya, 'aku', sang suami, bercerita mengenai rumah
tangganya yang sudah diambang kehancuran. 'Aku' sering mabok-mabokkan karena
stres, lalu kepahitannya sejak kecil karena ayahnya yang benci padanya karena
ibunya meninggal saat melahirkannya pun muncul kembali ke permukaan. Walaupun
'aku' masih mencintai istrinya, namun ia sanggup saling membunuh dengan
istrinya sekarang. Salah satu sebab ketidakharmonisan pernikahan mereka adalah
sang istri tidak memperbolehkan suaminya menyentuhnya, padahal ia hanya sedang
melindungi kandungannya supaya tidak keguguran lagi. Tokoh 'aku' yang di bagian
akhir adalah anak tokoh 'aku' pertama yang sudah keguguran. Ia bercerita
mengenai ayahnya yang sebenarnya sudah meninggal karena ditabrak mobil, seraya
menceritakan kisah pernikahannya barusan.
Dari alur cerita dan
penyusunan kata-katanya, penulis Antoni Ck mempunyai kekuatan, karena khas
teknik menulisnya yang unik karena terdapat 2 tokoh 'aku', namun dengan
koneksitas yang membuat pembaca berpikir. Cerpennya juga berakhir
dengan tidak terduga. Dalam "Kenangan Perkawinan", banyak sekali
sindiran, sarkasme, dan interaksi kepada pembaca. Seperti dalam paragraf
3, "Tatapan matanya seperti gagak yang lapar setiap memandangku.
Dan, tentu kau tahu bagaimana reaksi ayahku ketika aku mengutarakan cita-citaku
untuk jadi dokter? Ah, tidak sesadis itu, kau terlalu berlebihan
kawan." sebenarnya memang benar-benar menyeramkan, namun
diselimuti dengan sarkasme. Dalam cuplikan itu pun dapat terlihat interaksi
yang dituliskan penulis kepada pembacanya. Penulis sering berinteraksi dengan
pembacanya dengan bertanya, seperti"Aku jadi ingin menangis. Boleh,
kan, laki-laki menangis? Kau pernah menangis?" di paragraf 6.
Cuplikan "Tentu itu bukan salah penyanyi dangdut yang goyangannya
mampu menimbulkan gempa bumi dan merobohkan rumah tangga yang konstruksinya
memang rapuh. Seperti yang melanda perkawinan kami." dalam
paragraf 5, tersirat sarkasme mengenai nyanyian penyanyi dangdut yang sangat
keras suaranya, lalu 'aku' yang menyindir pernikahannya.
Kedua cerpen bertema
pernikahan ini mengandung pesan moral dan nilai yang berbeda-beda. Adi
Wicaksono penulis cerpen "Pulang" menyampaikan terlalu banyak pesan
moral sehingga menurut saya, sedikit rancu bagi pembaca. Pembaca menjadi tidak
tahu inti pesan moral yang ingin diberikan. Dalam cerpen "Kenangan
Perkawinan", moral sudah jelas. "Kenangan
Perkawinan" memberikan pelajaran kepada setiap pasangan suami istri
supaya ada keterbukaan dan tidak pernah memendam apapun yang seharusnya
diutarakan. Kita pun tidak akan menyadari betapa cintanya kita kepada pasangan
kita sebelum berpisah dengannya. "Kenangan Perkawinan" juga menyindir
mengenai permasalahan gizi buruk yang ditulis Antoni sebagai permasalahan yang
memalukan.
Melalui kajian dan
analisis cerpen, kita sebagai pembaca memiliki interpretasi masing-masing yang
membentuk suatu kritik sastra. Secara keseluruhan, kedua cerpen ini
masing-masing sangat unik dan memiliki kelebihan dan kekurangan. Setiap penulis
mempunyai tekniknya sendiri dalam menyampaikan pesan moralnya terutama dengan
meramu alur dan tata bahasa sesuai ciri khas mereka sendiri. Cerpen
"Pulang" dengan alur yang terkesan bertele-tele dan membosankan tetap
berhasil menyampaikan makna. Banyaknya dialog antartokoh menandakan banyaknya
penggunaan penokohan sebagai unsur intrinsik dalam penyampaian gagasan penulis.
Di lain sisi, Antoni Ck menyampaikan pesannya melalui alur yang mengagetkan dan
blak-blakan. Para penulis sangat berani dalam mengangkat tema yang jarang
dibahas dalam masyarakat, apalagi untuk karya perdana, sehingga
terciptalah karya-karya yang layak dibaca khalayak umum dan dicermati lebih
dalam. (Nadia Luvena 12 IPA 1 SMA Dian Harapan Daan Mogot)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar