Dunia
pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi manusia dan negara, juga menarik
untuk dibicarakan. Mengapa pendidikan dianggap sebegitu pentingnya sehingga
banyak orang berlomba-lomba untuk masuk ke sebuah institusi pendidikan agar
mendapatkan pendidikan terbaik? Pendidikan dianggap penting karena pendidikan memiliki peran dalam pembentukan
masa depan. Pendidikan merupakan fondasi yang memerlukan pengokohan sebelum terjun ke dunia kerja. Bukan
hanya membentuk masa depan, dunia pendidikan juga menjadi tempat untuk
membangun dan mengembangkan karakter menjadi individu yang lebih dewasa.
Kemampuan untuk berpikir, menganalisa, dan memutuskan diasah dalam dunia pendidikan.
Pendidikan juga membantu menciptakan gambaran yang jelas mengenai hal-hal di
sekitar kita, menghapus semua kebingungan. Hal-hal diataslah yang menjadi
faktor mengapa pendidikan menjadi suatu hal yang penting. (Pendidikan penting untuk pengokohan fondasi sebelum memasuki dunia
kerja.)
Dalam sebuah riset yang dilakukan LSM Plan International dan International
Center for Research on Women (ICRW) yang dirilis pada awal Maret 2015,
menunjukan fakta mencengangkan terkait kekerasan di sekolah. Terdapat 84% anak
di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Selain itu, data dari Badan PBB untuk Anak (Unicef) menyebutkan, 1 dari
3 anak perempuan dan 1 dari 4 anak laki-laki di Indonesia mengalami kekerasan.
Data ini menunjukkan kekerasan di Indonesia lebih sering dialami anak
perempuan. Bahkan menurut Ketua FMGJ Heru Purnomo, tindak kekerasan yang dialami anak di Indonesia tidak menurun, namun justru
semakin mengerikan. Riset tersebut membuktikan bahwa kekerasan masih digunakan
dalam sebagian besar dunia pendidikan di Indonesia. Lantas, perlukah kekerasan
dalam dunia pendidikan untuk mendidik anak?
Kekerasan dalam dunia pendidikan
masih digunakan oleh orang tua atau pun pendidik karena dipercaya bahwa dengan
melakukan kekerasan seperti hukuman fisik, perilaku positif anak akan terbentuk.
Kekerasan yang jumlah kasusnya kian meningkat diduga merupakan warisan budaya kolonial.
Sejarah pendidikan kolonial sangat berpengaruh terhadap pola pendidikan di
Indonesia, bahkan hingga saat ini. Pendidikan kolonial membangun pola
pendidikan tradisional yang memperbolehkan adanya hukuman fisik.
Dengan adanya kekerasan dalam dunia pendidikan, murid
diharapkan dapat melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan yang
diperbuat sang murid. Alasan lain mengapa kekerasan diaplikasikan terhadap
peserta didik adalah agar peserta didik dapat merasakan akibat perbuatannya,
sehingga ia diharapkan menjadi individu yang lebih menghormati dirinya sendiri
dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Ada lagi yang menggunakan kekerasan terhadap murid dengan
tujuan untuk menimbulkan efek jera terhadap pendidik. Efek jera tersebut akan
membuat murid mematuhi pendidik. Dengan demikian, pendidik dapat menciptakan
suasana belajar sesuai dengan kriteria pendidik.
Kekerasan-kekerasan dalam dunia pendidikan masih kerap
terjadi di Indonesia, padahal Indonesia memiliki sejumlah peraturan
perundang-undangan yang melindungi anak dari tindak kekerasan. Seperti UU Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014
tentang Gerakan Nasional Anti-kejahatan Seksual terhadap anak, dan UU Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sadar atau tidak, pendidikan kolonial telah membentuk
mental psikologi masyarakat Indonesia yang seringkali muncul di komunitas
sekolah seperti perilaku guru terhadap murid, kakak kelas terhadap adik kelas
(senioritas), dan lain-lain. Pengalaman masa lalu yang pernah dialami
oleh seorang anak baik kekerasan fisik maupun kekerasan mental akan terus
berdampak pada saat dewasa. Kekerasan akan selalu melahirkan kekerasan.
Dampak yang akan muncul dari kekerasan adalah melahirkan
pesimisme dan apatisme dalam sebuah generasi. Selain itu, terjadi proses
ketakutan dalam diri anak untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan inventif.
Dampak ini dapat dilihat pada gambaran anak-anak sekolah saat ini yang
cenderung pasif dan takut berbicara dimuka kelas. Anak yang sering diberi
hukuman fisik juga akan lebih banyak diam, menyendiri, dan terkadang melakukan
kekerasan yang sama terhadap teman main atau orang lain.
Oleh karena itu, alangkah lebih baik jika pemberian
hukuman fisik/kekerasan dilakukan karena hukuman adalah jalan/solusi terakhir.
Yang dimaksud disini adalah, sebaiknya pendidik jangan mengadili tanpa
menghakimi atau terburu-buru dalam memberikan hukuman kepada murid.
Memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apakah anak tersebut merasa telah
melanggar aturan?” atau, “Apakah anak tersebut mengetahui akibat yang akan
ditanggungnya setelah melakukan kesalahan tersebut?” akan lebih baik
dibandingkan dengan langsung memberikan hukuman kepada perserta didik.
Hukuman sebaiknya diberikan kepada murid dengan tujuan
untuk memberikan perbaikan. Hukuman yang diberikan pun harus sesuai
dengan tingkah anak, karena sifat setiap anak berbeda-beda. Dan yang paling
penting, hukuman harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia. (Stefano 12 !PA 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar